Mirawati Basri Diduga Menyalahgunakan Izin Berobat dan Bawa Ponsel di Rutan
JAKARTA, iNews.id - Terdakwa kasus suap pengurusan izin impor bawang putih, Mirawati Basri diprotes oleh KPK karena menyalahgunakan izin berobat yang diberikan. Atas pelanggaran disiplin tersebut, KPK telah melaporkannya ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan Mirawati merupakan tahanan dari Pengadilan Negeri Tpikor dan izin berobat dikeluarkan oleh hakim. Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah melaporkan adanya dugaan pelanggaran disiplin dari Mirawati, Senin (3/2/2020).
"Ketika menggunakan izin berobat ke RSPAD yang telah dikeluarkan oleh majelis hakim, Mirawati malah menggunakannya untuk perawatan wajah. Tentunya hal ini akan menjadi catatan bagi majelis hakim untuk memberikan izin berobat kepadanya," ucapnya di Gedung KPK, Jakarta Selatan.
Selain penyalahgunaan izin, KPK juga menemukan pelanggaran lain yang dilakukan okeh Mirawati ketika berada di rumah tahanan (Rutan). Ali mengatakan Mirawati terbukti membawa alat komunikasi di dalam rutan.
"Kepala Rutan cabang KPK telah menjatuhkan hukuman disiplin, yakni larangan mendapatkan kunjungan dari siapa pun, baik keluarga, mau pun kolega, terhitung mulai tanggal 3 Februari sampai dengan 3 Maret 2020," kata Ali.
Ali menjelaskan hukuman tersebut sudah sesuai dengan peraturan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Nomor 6 Tahun 2013 tentang tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rutan. Dia berharap, pemberian hukuman tersebut dapat menjadi pengingat bagi para tahanan lainnya agar tidak melakukan tindakan di luar aturan yang berlaku.
"Pemberian hukuman tersebut agar Mirawati tidak mengulangi perbuatannya dan tentunya bagi tahanan lain agar juga tidak melakukan perbuatan yang sama," katanya.
Mirawati Basri disebut KPK sebagai orang kepercayaan dari politikus PDIP I Nyoman Dhamantra. Mereka berdua diduga menerima suap dari pihak swasta untuk mendapatkan kuota impor bawang putih.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan enam orang tersangka sejak 8 Agustus 2019. Mereka adalah I Nyoman Dhamantra, Mirawati Basri, dan Elviyanto diduga sebagai penerima suap. Adapun, Chandry Suanda alias Afung (swasta), Doddy Wahyudi (swasta), dan Zulfikar (swasta) diduga sebagai pihak pemberi.
KPK menduga Chandry meminjam uang Rp2,1 miliar kepada Zulfikar untuk mulunasi kesepakatan pembayaran fee Rp3,6 miliar untuk Nyoman Dhamantra dalam menuliskan pembuatan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementrian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementrian Perdagangan. Sebagai pihak penerima, Nyoman, Mirawati, dan Elviyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Editor: Rizal Bomantama