Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Bantah Dikendalikan, Prabowo: Pak Jokowi Tak Pernah Nitip Apa-Apa Sama Saya
Advertisement . Scroll to see content

Pemimpin yang Cerdas Beriman

Jumat, 29 Maret 2019 - 21:21:00 WIB
Pemimpin yang Cerdas Beriman
Kecerdasan beriman merupakan kecerdasan vertikal, berhubungan dengan Tuhan.
Advertisement . Scroll to see content

Persis sebagaimana ditulis dalam pengantar bukunya, pertanyaan yang akan segera muncul adalah: apa esensi distingtif antara kecerdasan spiritual dan kecerdasan beriman? Atas pertanyaan itu, Porat menjelaskan secara sederhana bahwa kecerdasan spiritual berkaitan dengan makna dan nilai-nilai dunia, manusia, dan tujuan hidup manusia di dunia.

Sementara kecerdasan beriman merupakan kecerdasan bersifat vertikal. Membangun relasi dengan Tuhan. Bahkan secara tegas dikatakan bahwa kesadaran beriman yang menjadi dasar kecerdasan beriman lahir dari kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan. Dalam bahasa Porat, manusia sesungguhnya hanya pantulan dari kebenaran asli yang berasal dari Tuhan karena sumber kebenaran sejati adalah Tuhan sendiri.

Dalam kerangka tersebut, kebenaran pada manusia tidak lebih dari sekadar serpihan cahaya kebenaran yang tertangkap sesuai keterbatasan manusia. Jadi, secara pendek kata, kecerdasan beriman merupakan kecerdasan lanjutan dari kecerdasan spiritual.

Masih menurut Porat, kecerdasan beriman mengandung empat makna keterkaitan. Pertama, kecerdasan beriman merupakan kecerdasan untuk memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan atas manusia dan atas dunia. Kedua, kecerdasan beriman merupakan kecerdasan untuk memahami kehendak Tuhan atas tujuan hidup manusia dan tujuan dunia.

Ketiga, kecerdasan beriman juga berhubungan dengan kapasitas tanggung jawab manusia dalam memelihara dunia dan memelihara kehidupan manusia sendiri sesuai tujuan yang dikehendaki Tuhan. Keempat , kecerdasan beriman merupakan kecerdasan berdialog interaktif dengan Tuhan yang tak terlihat secara kasatmata.

Kecerdasan beriman seperti itulah pada akhirnya akan mampu meningkatkan derajat humanitas manusia ke dalam dua pengertiannya: Pertama, manusia dapat memahami dunia, dirinya, dan orang lain secara otentik sesuai desain dunia pada awal mula. Kedua, manusia tidak takut akan apa yang disebut dengan kematian karena manusia tidak bisa menghindarinya.

Seseorang yang cerdas beriman justru akan menghadapi kematian itu dengan suka hati karena memahami secara terang benderang bahwa kematian adalah konsekuensi dari hidup sebagai insan Tuhan. Dalam konteks kepemimpinan dan situasi menjelang "perebutan kekuasaan" sebagai pemimpin negeri, postulat Parot ini menjadi sangat menarik sekaligus relevan.

Menarik karena jika kita memahami bahwa kecerdasan beriman adalah level tertinggi jenis kecerdasan yang dimiliki manusia, maka sudah seyogianya kecerdasan beriman ini menjadi salah satu kriteria harus dimiliki pemimpin dan para calon pemimpin. Relevan karena negeri kita yang sarat dinamika politik dan pemerintahan ini tampaknya memang membutuhkan pemimpin cerdas secara rasional, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual.

Kita juga membutuhkan pemimpin yang tidak pernah takut akan "kematian kekuasaan", karena ia sadar bahwa kekuasaan kepemimpinan adalah amanah penuh ujian dan ia layak diestafetkan kepada siapa saja diyakini mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Bagi pemimpin dengan kecerdasan beriman, kekuasaan kepemimpinan bukanlah sesuatu yang harus direbut atau dipertahankan mati-matian dengan penghalalan segala cara, manakala ia atau lawan politiknya diyakini sama-sama berpikir tentang pengabdian pada bangsa negara dan kerangka keimanan kepada Tuhan.Tanpa perlu merasa menjadi "Tuhan", siapa pun pemimpin kita mutlak cerdas beriman.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut