Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Perludem soal MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah: Parpol Bisa Jaring Kader Terbaik
Advertisement . Scroll to see content

Pengamat: Putusan MK Pisah Pemilu Picu Kompleksitas Baru, Dinasti Politik Bisa Menguat

Jumat, 18 Juli 2025 - 16:58:00 WIB
Pengamat: Putusan MK Pisah Pemilu Picu Kompleksitas Baru, Dinasti Politik Bisa Menguat
Putusan MK yang mengharuskan pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal mulai 2029 dinilai berpotensi menimbulkan kompleksitas baru dalam dinamika politik RI. (iNews)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan pemisahan antara pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal mulai 2029 menuai pro-kontra. Dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXI/2024, MK menyebutkan pelaksanaan pemilu lima kotak dalam satu hari, yang mencakup pemilihan presiden, DPR, DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota, bertentangan dengan UUD 1945.

Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Indonesia, Arya Fernandes, menilai putusan MK Nomor 135 ini diperkirakan akan mengubah sebagian besar arah politik di Indonesia. Pemisahan pemilu nasional dan lokal berpotensi menimbulkan kompleksitas baru dalam dinamika politik Indonesia.

"Dalam konstitusi, putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga opsi-opsi lain menjadi sulit untuk direalisasikan," kata Arya, dikutip dari ulasan Policy Brief CSIS Indonesia, Dampak dan Kompleksitas Putusan MK Tentang Pemilu Nasional dan Lokal, Jumat (18/7/2025).

Menurutnya, perubahan besar dalam sistem kepemiluan seharusnya lahir dari konsensus bersama para pembuat undang-undang. Posisi MK sebaiknya hanya memutuskan masalah-masalah pokok, bukan masuk pada masalah teknis kepemiluan.

"Pilihan terhadap sistem dan waktu pemilu ke depan harusnya merupakan kewenangan pembuat UU," ujar Arya.

Arya menyoroti anggapan keserentakan pemilu menenggelamkan isu lokal tidak sepenuhnya benar. Fakta di lapangan menunjukkan deviasi antara perolehan kursi di tingkat nasional dan lokal cukup tinggi, yang berarti pemilih mampu membedakan calon legislatif nasional dan lokal.

"Apalagi karena Indonesia menggunakan sistem suara terbanyak, desain kampanye dan isu-isu calon juga cukup beragam, tergantung demografi pemilih di tiap dapil dan kebutuhan masyarakat lokal."

Dalam hal rekrutmen, Arya menyebut keserentakan bukanlah masalah utama. Dengan struktur partai dari pusat hingga daerah, proses pencalegan dapat dilakukan secara berjenjang.

"Faktor kualitas caleg lebih banyak dipengaruhi oleh standar dan mekanisme rekrutmen internal partai, bukan karena waktu pemilu yang serentak."

Menurutnya, evaluasi pemilih terhadap caleg juga terjadi baik di tingkat nasional maupun lokal. Di DPR RI, 43,6 persen dari total 580 kursi diisi oleh non-inkumben. Sedangkan dalam Pilkada 2024, lebih dari separuh petahana gubernur yang maju kembali mengalami kekalahan.

"Sebanyak 11 dari 21 petahana yang kembali maju mengalami kekalahan." 

Arya juga membantah argumen bahwa perpanjangan atau pemotongan masa jabatan bisa dilakukan karena ada preseden di Pemilu 1971 dan 1997. Menurutnya, kondisi politik saat itu abnormal dan tidak bisa disamakan dengan sekarang.

Perpanjangan masa jabatan juga dianggap tidak adil bagi penantang dan partai baru, karena inkumben dapat memanfaatkan masa jabatan panjang untuk kampanye.

"Dalam situasi normal sejak Pemilu 1999, Indonesia tidak pernah memperpanjang masa jabatan legislatif, apalagi sampai 2 tahun," ujar Arya.

Arya menilai pemisahan pemilu nasional dan lokal juga berdampak buruk pada pelembagaan partai. Partai tidak punya kesempatan melakukan konsolidasi nasional karena kekuatan politik yang tidak merata.

"Pemisahan ini justru akan membuat pelembagaan partai nasional menjadi sulit, kecuali sistem kaderisasi dan infrastruktur partai sudah mapan."

Dampak lain yang dikhawatirkan adalah meningkatnya fragmentasi politik lokal dan tumbuhnya dinasti politik. Pemilu lokal dinilai akan memperkuat elite-elite lokal, terutama bila pilkada dan pemilu DPRD dilakukan bersamaan.

Dengan berbagai dampak tersebut, Arya mengingatkan agar pertimbangan hukum MK tetap berlandaskan pada asas manfaat dan mudarat, serta menghitung risiko-risiko negatifnya.

"Tentu putusan MK bukan seperti kantong Doraemon yang seolah-olah dapat menyelesaikan semua masalah kepemiluan," kata Arya.

Sebagai alternatif, Arya menyarankan agar yang diperkuat justru adalah pelembagaan dan efektivitas sistem kepartaian dengan merevisi UU Partai Politik. Sementara peningkatan kualitas kedaulatan rakyat dilakukan dengan memperbaiki manajemen dan tata kelola pemilu.

Diketahui, MK sebelumnya memutuskan dua tahapan pemilu. Pertama, pemilu nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Kedua, pemilu serentak lokal yang dilaksanakan paling cepat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelahnya, untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota.

Dalam pertimbangan hukum, MK menyampaikan lima alasan mengapa pemilu serentak lima kotak bertentangan dengan UUD. Alasan tersebut antara lain, desain keserentakan pemilu lima kotak menumpuk beban penyelenggara, yang berpengaruh pada kualitas pemilu. Selain itu, terdapat kekosongan masa kerja penyelenggara pemilu setelah tahapan selesai, yang menjadikan proses tidak efisien dan tidak efektif.

Alasan lainnya ketidakmampuan partai politik dalam merekrut anggota legislatif, presiden/wakil presiden, serta kepala daerah secara berdekatan; tenggelamnya isu daerah di tengah isu nasional; dan kejenuhan pemilih akibat waktu pemilu dan pilkada yang terlalu dekat.

Sementara Ketua DPR, Puan Maharani sebelumnya menilai putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan lokal telah menyalahi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dia menyebut, semua partai telah sepakat pemilu digelar sekali dalam lima tahun. 

"Jadi apa yang sudah dilakukan oleh MK menurut undang-undang itu menyalahi undang-undang dasar," kata Puan di kompleks parlemen, Selasa (15/7/2025).

Editor: Maria Christina

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut