Peraturan Baru Mendikbudristek untuk Pendidikan Tinggi Vokasi, Terus Melaju untuk Indonesia Maju
Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 mengatur status akreditasi perguruan tinggi menjadi tidak terakreditasi dan terakreditasi, dan akreditasi program studi menjadi tidak terakreditasi, terakreditasi, dan terakreditasi unggul. Dampak positifnya adalah, standar yang menjadi basis akreditasi lebih jelas dan sederhana. Selain itu, instrumen akreditasi juga lebih sederhana dan mengurangi beban administrasi perguruan tinggi.
Untuk meningkatkan mutu, PTV membutuhkan kerja keras dan cerdas, serta komitmen yang tinggi. Quality is never an accident, it is always the result of high intention, sincere effort, intelligent direction, and skillful execution, demikian nasihat John Ruskin, seorang penulis dan filsuf Inggris yang terkenal. Kualitas tidak pernah terjadi secara kebetulan, selalu merupakan hasil dari niat yang tinggi, usaha yang tulus, pengarahan yang cerdas, dan pelaksanaan yang terampil.
Dalam rangka mengakselerasi dan mentransformasi perguruan tinggi agar ke depan lebih baik kualitasnya, peraturan Mas Menteri Nadiem Makarim yang memperbaiki standar nasional ini sudah tepat.
Sebelumnya, Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) bersifat preskriptif dan sangat kaku, sehingga belum cukup mampu mengakomodasi keragaman misi dan perubahan teknologi yang cepat. SNPT yang diluncurkan sebagai Merdeka Belajar Episode ke-26 kemarin menjadi angin segar karena sifatnya yang berupa set framework, di mana SNPT memuat prinsip dan rambu dasar untuk terselenggaranya pendidikan tinggi vokasi yang baik dan sehat.
Standar nasional yang baru ini sukses mengakomodasikan fakta bahwa setiap perguruan tinggi pada dasarnya unik, perguruan tinggi dapat menetapkan misinya sesuai dengan keunggulannya dan menetapkan visinya sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
Mission differentiation (perbedaaan misi) antar PTV merupakan kekayaan dan dapat menjadi sumber pertumbuhan yang unik dan distinct PTV yang memfokuskan dirinya sebagai Teaching University (University 1.0), atau Applied Research University (University 2.0) atau Entrepreneurial University (University 3.0).
Dengan perbedaan misi ini, maka PTV dapat lebih berperan dalam membangun daya saing dan resuliensi bangsa di level regional, nasional atau internasional, lebih relevan dan mendekatkan dengan para pemangku kepentingannya, serta lebih mengedepankan aspek diversity, inclusion dan equity sesuai dengan keunggulannya. Pilihan misi yang berbeda sesuai dengan kekhasan dan keunggulannya, tidak berarti satu model lebih buruk dari model yang lain. Evaluasi dan target kinerja dari masing-masing pilihan model disesuaikan dengan peer groupnya.
Last but not the least, kita perlu belajar resep Jamil Salmi (2009) dalam bukunya yang berjudul “The Challenge of Establishing World-Class Universities” yang menyatakan bahwa PT yang sukses membangun mutu berkelas dunia ditentukan oleh tiga pilar utama. Pilar pertama, pilar yang paling penting adalah adanya konsentrasi staf dosen/peneliti, tendik dan mahasiswa dengan talenta yang tinggi, yang bersumber dari mana saja di dunia.
Pilar ke dua adalah adanya sumber daya yang melimpah, baik dari sumber pemerintah dan swasta, terutama untuk penelitian. Pilar ketiga adalah adanya tata kelola yang mendorong visi, inisiatif, fleksibilitas, daya tanggap, dan pembelajaran organisasi yang berkelanjutan. Pimpinan universitas dan dosen/peneliti dapat menggunakan sumber daya yang tersedia dengan cepat dan kreatif. Dengan merujuk pada resep menjadi PT dengan standar kelas dunia berbasis tiga pilar tersebut, semoga PTV kita ke depan terus melaju untuk menuju Indonesia maju.
Oleh:

Prof. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec.
Dekan Sekolah Vokasi IPB University (2018-2023) & Kepala Lembaga Kepemimpinan dan Pendidikan Eksekutif (LKPE) IPB University
Editor: Rizqa Leony Putri