Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Bukan Cuma Keamanan Data, Ini yang Dikhawatirkan Amerika dari TikTok
Advertisement . Scroll to see content

Persoalan Keamanan Data dan Upaya Perlindungannya

Jumat, 26 September 2025 - 19:04:00 WIB
Persoalan Keamanan Data dan Upaya Perlindungannya
Arifin Lambaga, Praktisi dan Pemerhati Industri Testing, Inspection, Certification (TIC)  (Foto: Dok Pribadi)
Advertisement . Scroll to see content

Arifin Lambaga
Praktisi dan Pemerhati Industri Testing, Inspection, Certification (TIC)
Presiden Direktur Mutuagung Lestari 

DATA di era digital, merupakan material penting dan bernilai. Demikian penting nilainya, data diperlakukan selayaknya material tambang minyak, nikel dan emas. Akibat posisinya yang menanjak penting itu, data terus diburu, diperebutkan dan dikuasai dengan berbagai cara. Sementara pemanfaatannya yang makin beragam, menghasilkan pertumbuhan ekonomi. 

Data yang kemudian dijuluki “new oil”, benar-benar menggeser posisi minyak yang dominasi kepemilikannya oleh negara-negara Timur Tengah, sebagai andalan persaingan. Dominasi ini menyebabkan ekonom negara-negara kapitalis berpikir, jika minyak tetap jadi andalan persaingan, negara-negara kapitalis tak akan pernah memenangkan persaingan. Keleluasaan berpolitiknya juga terhambat. Negara-negara dengan sumber minyak berlimpah, dapat menekan negara lain menyesuaikan kebijakan dalam negerinya. Ini dilakukan lewat ancaman pengurangan pasokan minyak agar negara yang diancam, mengeluarkan kebijakan yang sesuai kepentingan negara penekan. 

Minyak jadi alat politik yang ampuh. Karenanya perlu ditemukan sumber persaingan baru, agar negara-negara tak dominan minyak tak tunduk pada dominasi minyak. Pemikiran ini mengantar data menjadi material andalan persaingan saat ini.

Posisi data yang menggeser kedudukan minyak, senada dengan pernyataan Agnes Budzyn, 2019, dalam “Data is The Oil of The Digital World. What if Tech Giants Had to Buy it From Us?”. Ia menyebut, minyak telah digantikan sebagai sumber daya paling berharga di dunia oleh data. Ini terjadi ketika data dikumpulkan dari pengguna, oleh perusahaan teknologi seperti Google, Facebook, dan Amazon. Pergeseran itu menyebabkan perusahaan raksasa yang dalam gabungan FAANG (Facebook, Apple, Amazon, Netflix dan Google) dengan masif mengumpulkan dan mengolah data lewat terobosan teknologinya. Segala cara dilakukan untuk memonopoli data.

Monopolisasi data menjadi perhatian utama pelaku bisnis hari ini, karena terbukti penguasaannya dapat menjadi sumber pertumbuhan baru. Bahkan, nilainya lebih tinggi dari minyak. Dalam realitas yang tak terbantahkan–tercantum sebagai daftar berjudul "Top 10 Biggest Companies in The World by Market Cap in 2025" yang diterbitkan Forbes— 6 perusahaan di antaranya adalah yang menjadikan data sebagai bisnis intinya. Keenam perusahaan itu masing-masing Nvidia. Microsoft, Apple, Alphabet (Google), Amazon dan Meta Platform. Baru di peringkat ke-7, diduduki Saudi Aramco, perusahaan raksasa dunia penghasil minyak bumi mentah, gas alam, dan aneka petrokimia.  

Narasi di atas menggambarkan betapa pentingnya posisi data hari ini. Setiap aktivitas individu yang paling primer pun menghasilkan data. Ini jadi incaran perusahaan-perusahaan yang menganggapnya sebagai material tambang. Paradigma data telah berubah dibanding 20-25 tahun yang lampau. Pada masa itu, data sekadar catatan administrasi yang ketika keperluannya telah selesai, nilainya berakhir. Fotokopi KTP, nomor telepon, alamat rumah, tak bernilai setelah dicatat untuk pendaftaran layanan rumah sakit misalnya. Informasinya sulit diubah untuk keperluan lain. 

Di era digital, bahkan foto diri yang ditampilkan di media sosial atau suara seseorang saat bertelepon, dapat disimpan dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dalam jumlahnya yang banyak, data-data itu dipetakan sebagai algoritma. Digunakan untuk mengenali profil individu. Algoritma profil ini, dapat dimanfaatkan pemasar, pelaku politik bahkan penipu, untuk mengendalikan perilaku individu. Perilaku yang bahkan tak disadari individu pelakunya: membeli produk, memilih kandidat politik. Bahkan mentransfer sejumlah uang ke rekening penipu.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut