Profil Rudi Suparmono Eks Ketua PN Surabaya yang Terlibat Kasus Suap Ronald Tannur
JAKARTA, iNews.id - Profil Rudi Suparmono eks ketua PN Surabaya yang terlibat kasus suap Ronald Tannur kini menjadi salah satu sorotan utama dalam dunia hukum Indonesia. Sosok yang sebelumnya dikenal sebagai pejabat terhormat ini terjerat kasus dugaan korupsi dan gratifikasi terkait vonis bebas dalam perkara pembunuhan yang menimpa Gregorius Ronald Tannur. Kisah perjalanan karier hingga perkara hukum yang menjeratnya menjadi pelajaran penting tentang integritas di dunia peradilan.
Rudi Suparmono lahir pada 19 Mei 1968. Ia memulai kariernya di dunia kehakiman dengan berbagai jabatan strategis mulai dari Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur hingga Ketua PN Kendari di Sulawesi Tenggara. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Cianjur, Ketua PN Surabaya, serta terakhir menduduki posisi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas I A Khusus.
Pendidikan Rudi cukup mentereng. Ia meraih gelar doktor (S-3) dalam Ilmu Hukum dari Universitas Jayabaya. Ironisnya, gelar itu diperolehnya sehari sebelum pelantikan sebagai Ketua PN Surabaya pada 12 Februari 2022, menggantikan Dr. Joni, S.H., M.H yang dipromosikan menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.
Mutasi karier Rudi diputuskan pada pertengahan Desember 2021, ketika Mahkamah Agung memberikan kepercayaan kepada dirinya memimpin PN Surabaya. Ia mengakhiri jabatan tersebut pada April 2024 sebelum akhirnya dimutasi menjadi Ketua PN Jakarta Pusat. Namun perjalanan kariernya ternoda ketika kasus suap yang melibatkan dirinya terungkap ke publik.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang terakhir dilaporkan pada 2023, Rudi Suparmono memiliki kekayaan senilai Rp2,9 miliar. Komponen harta ini terdiri dari tanah, bangunan, alat transportasi dan mesin, harta bergerak lainnya, serta kas dan setara kas. Namun, dalam penyidikan kasus suap yang menjeratnya, Kejaksaan Agung menemukan uang tunai hingga Rp21 miliar di kediaman Rudi dalam bentuk rupiah maupun berbagai mata uang asing, yang kini menjadi tanda tanya besar terkait sumber kekayaannya.
Kasus bermula dari vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Surabaya terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur atas dakwaan pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Rudi Suparmono diduga menerima uang suap secara bertahap—20.000 dan 43.000 dolar Singapura atau sekitar Rp754 juta—yang disalurkan melalui pengacara Ronald, Lisa Rahmat, untuk memengaruhi susunan majelis hakim dan arah putusan bebas.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menyatakan, drama suap bermula ketika Lisa Rahmat mengenalkan dirinya ke Rudi melalui mantan Kepala Balitbang Kumdil Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Permintaan tersebut bertujuan mengondisikan majelis hakim agar Ronald divonis bebas. Tiga hakim lain yang menerima pembagian suap ini ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, yang juga sudah diajukan ke meja hijau.
Selain vonis bebas di pengadilan tingkat pertama, praktik permufakatan suap ini juga diduga “merembet” ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Catatan penyidikan menyebut, uang suap yang nilainya lebih dari Rp5 miliar juga “disiapkan” untuk hakim agung agar putusan bebas PN Surabaya tak dibatalkan di tingkat kasasi. Namun akhirnya, MA tetap menjatuhkan putusan bersalah dengan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur.