Pustakawan Aktif, Inisiatif dan Komunikatif dalam Bisnis Perpustakaan
Perpustakaan memang bukan lembaga berorientasi keuntungan finansial, tetapi tidak berarti perpustakaan boleh sunyi sepi. Perpustakaan harus populer dan banyak dikunjungi serta koleksinya banyak dibaca dan digunakan. Perpustakaan harus menjadi rumah kedua bagi masyarakat, yaitu masyarakat selalu menempatkan kunjungan ke perpustaakan pada prioritas ke dua setelah rumah dan sebelum kunjungan ke tempat lain.
Tingginya kunjungan ke perpustakaan dan tingginya akses pada koleksi pustaka bukan diusahakan demi keuntungan perpustakaan dan pustakawan tetapi karena karena tanggung jawab terbesar perpustakaan adalah membuat seluruh informasi dan ilmu pengetahuan (sebagai hasil kebudayaan) yang dimiliki perpustakaan, dapat tersebar dan terwariskan dengan lengkap dan meluas kepada anggota masyarakat (yang ini disebut amal ibadah).
Untuk itu pustakawan harus berusaha untuk membuat anggota masyarakat untuk dapat sebanyak mungkin memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan yang tersedia agar mereka mampu meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
Pustakawan Aktif dan Inisiatif Komunikatif
Pustakawan harus memperlakukan perpustakaan sebagai “lembaga bisnis” dan memperlakukan pemustaka sebagai customers dengan cara aktif menawarkan produk dan layanan perpustakaan agar mereka secara loyal terus memanfaatkan semua produk yang dilayankan oleh perpustakaan.
Dengan pemikiran ini pustakawan dituntut aktif memperkenalkan perpustakaan tempatnya berkarya kepada masyarakat agar mereka kenal betul apa yang menjadi keistimewaan perpustakaan dan manfaat apa yang akan mereka peroleh (perubahan pada diri pelanggan) dengan memanfaatkan perpustakaan.
Pustakawan juga tidak boleh menunggu minat baca masyarakat tumbuh dengan sendirinya, tetapi berinisiatif menumbuhkan minat baca masyarakat. Karakter aktif dan inisiatif ini semakin dibutuhkan ketika perpustakaan harus bersaing dengan kehadiran media sosial yang dengan dukungan internet telah mampu menyediakan informasi terkini yang dinilai oleh masyarakat lebih mudah dan cepat digunakan yang menurut beberapa pengamatan, semakin menjauhkan masyarakat dari perpustakaan.
Sudah sejak lama tuntutan agar pustakawan menjadi sosok komunikatif dan menggunakan prinsip pemasaran, seperti yang disampaikan oleh David King dalam tulisannya tentang "transferring corporate service philosophy to a library setting" (Library and Information Science Research 1996) menyatakan, perpustakaan sudah saatnya menggunakan konsep layanan perusahaan di mana pelanggan dilayani dengan tepat agar merasa senang dan terus bersedia menggunakan jasa layanan seperti membeli dari perusahaan.
Prinsip “pembeli adalah raja” tidak lah tabu untuk diterapkan di perpustakaan karena kepuasan pengunjung perpustakaan menjadi tujuan utama dari seluruh aktivitas di perpustakaan. Tanpa ada orang yang memanfaatkan, semua koleksi dan layanan perpustakaan tidak akan bermakna apa-apa sama sekali.
Kemampuan komunikasi seorang pustakawan harus mencakup seluruh bentuk, yaitu komunikasi verbal berupa ucapan dan tulisan, dan komunikasi nonverbal berupa gerak tubuk (gesture), lambang yang bermakna, dan penampilan yang mampu memperlihatkan bahwa pustakawan itu cerdas. Dengan kemampuan komunikasi ini, kepercayaan pada pustakawan akan menjadi sangat tinggi sebagai orang yang akan mampu memberikan solusi untuk masalah mereka melalui penyediaan informasi dan ilmu pengetahuan.