Romli Atmasasmita Ungkap Alasan UU KPK Direvisi
JAKARTA, iNews.id - Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berpolemik. Masyarakat pun terbelah menyikapi beberapa poin baru dalam revisi UU KPK, salah satunya seputar dewan pengawas.
Pakar hukum Universitas Padjadjaran Prof Romli Atmasasmita menilai usulan revisi UU KPK telah memenuhi unsur filosofis, yuridis, sosiologis, dan komparatif dalam pembahasan sebuah UU.
"Pertimbangan filosofis, perjalanan KPK selama 17 tahun, sejak KPK jilid III telah menyimpang dari tujuan awal," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (9/9/2019).
Salah satu mantan perumus UU KPK ini menyebut, tujuan awal dibentuknya KPK adalah mengembalikan kerugian negara secara maksimal, melaksanakan fungsi trigger mechanism melalui koordinasi dan supervisi terhadap kepolisian dan kejaksaan.
Jika merujuk pertimbangan sosiologis, Romli menilai, dukungan masyarakat terhadap KPK tetap stabil walaupun tidak pada semua level birokrasi dan lapisan masyarakat.
"Adanya pro dan kontra Revisi UU KPK membuktikan bahwa secara sosiologis KPK tidak lagi memperoleh legitimasi yang kokoh, secara total dari seluruh masyarakat. Dukungan masyarakat berbeda ketika pembentukan awal KPK," tuturnya.
Romli juga menyoroti mengenai eksistensi Wadah Kepegawaian (WP) KPK. Menurut dia, lembaga tersebut telah menyimpang dari tujuan pembentukan berdasarkan PP Nomor 65/2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia.
PP tersebut memberikan kewenangan kepada WP untuk menyampaikan aspirasi kepada pimpinan KPK melalui Dewan Pertimbangan Pegawai KPK. Namun, faktanya WP KPK justru berfungsi sebagai "pressure group" terhadap kebijakan pimpinan untuk memaksakan tuntutannya yang justru melanggar disiplin dan UU Kepegawaian.
"Keterangan pimpinan KPK Alexander Marwata bahwa penyidik KPK menolak memberikan berita acara penyidikan kepada yang bersangkutan menunjukkan telah terjadi pelanggaran disiplin di kalangan pegawai penyidik KPK," kata Romli.
Tindakan pelanggaran disiplin itu, dia beranggapan, mencerminkan pimpinan KPK tidak memiliki wibawa di hadapan pegawainya. Selain itu, membuktikan sistem manajemen kepegawaian, disiplin kerja tidak profesional, dan diragukan akuntabilitasnya.