Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pengacara Tegaskan Nadiem Tak Terlibat Kasus Google Cloud: Ranah Pelaksana Operasional
Advertisement . Scroll to see content

Saat Ujian Nasional Dihapus

Rabu, 18 Desember 2019 - 15:57:00 WIB
Saat Ujian Nasional Dihapus
Doktor Ilmu Pendidikan Dr Adjat Wiratma
Advertisement . Scroll to see content

Selain menghapus UN, pemerintah melalui ujian sekolah berstandar nasional (USBN) lebih memerdekakan guru dan sekolah dalam menilai. Anggaran yang selama ini digunakan untuk USBN direncanakan dialihkan guna pengembangan kapasitas guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Hal ini adalah mutlak harus dilakukan pemerintah dalam mewujudkan pendidikan bermutu. Tidak cukup merdeka belajar, guru sebagai profesi terpenting proses belajar dituntut dengan kepakarannya menjadikan kelas sebagai panggung mengekspresikan profesinya, berinovasi, sehingga tidak ada istilah ritual praktik mengajar.

Guru harus paham dimensi filosofis, ilmu-ilmu pendukung, psikologi perkembangan anak, dan gagasan baru tentang praktik kelas. Tentu ini tidak hanya dituntut dari guru, tapi butuh adanya pelatihan dengan pengalaman dinamis yang difasilitasi pemerintah.

Merdeka Belajar

Hingga hari ini secara umum persekolahan di Indonesia dinilai sebagai lembaga yang membatasi dan mengekang perkembangan potensi anak. Coba saja diperhatikan, tidak sedikit pejabat atau orang tua yang paham pendidikan lebih memilih menyekolahkan anak mereka ke sekolah yang mengadopsi pembelajaran negara luar, dari pada sekolah negeri. Mereka seolah tidak percaya, karena hanya ada satu dua sekolah negeri yang dinilai berkualitas, selebihnya standar pelayanannya tidak merata, juga kualitasnya.

Berkaca dari itu, visi mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul melalui pendidikan adalah sekolah harus mampu melakukan perubahan terencana bagi siswa, dengan membebaskan mereka dari “kekangan”, menciptakan suasana menyenangkan, bebas mengembangkan potensi. Anak hari ini harus memiliki kebebasan menjadi orang yang siap menyesuaikan diri dengan masa depan yang berubah.

Istilah merdeka belajar bukan hal baru, Nurcholish Madjid pernah menyampaikan lewat “Liberal Education.” Sekolah yang memberikan kebebesan kepada anak-anaknya. Bahkan sejak lama sudah disampaikan John Dewey, di mana pendidikan sejatinya datang dari rangsangan terhadap potensi anak, melalui proses sosialiasi dimana anak menemukan dirinya.

Tujuan belajar di sekolah itu harus membebaskan pribadi dan mengembangkan kedewasaan, menjadikan manusia baik, manusia yang mampu belajar hidup bersama, serta persiapan untuk melanjutkan belajar ke tingkat yang lebih tinggi.

Tambahan Empat Pokok Kebijakan

Ujian Sekolah Berstandar Nasional, Penghapusan UN, Soal Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru, cukupkah itu? Tentu tidak, usaha mengurai masalah pendidikan masih panjang, dengan banyak masalah di dalamnya.

Undang-Undang Dasar 1945 memberikan mandat kepada Pemerintah, Pengelola Pendidikkan dan Guru yakni pertama, mencerdaskan bangsa, dan kedua memberikan hak memperoleh pengajaran kepada seluruh rakyat. Mandat pertama mengandung arti bersifat kualitas, dan kedua bersifat kuantitas.

Sesuai dengan amanat pertama yang disampaikan Presiden Joko Widodo, Mendikbud harus melihat pendidikan Indonesia dari ujung ke ujung, dan sampai ke pedalaman. Indonesia dengan keragaman juga membawa pengaruh pada disparitas kesejahteraan dan pendidikan di Indonesia. Penduduk miskin masih tersebar baik di kota apalagi di desa. Sekolah negeri sudah gratis, tapi sudahkan akses pendidikan terbuka untuk semua anak Indonesia?

Pemerintah harus juga mengarahkan kebijakan pada perwujudan pendidikan yang berkeadilan sosial, yakni pendidikan yang memperhatikan keragaman masyarakat baik dalam sebaran wilayah, serta status ekonomi masyarakat. Tak boleh menutup mata, saat menyiapkan diri dalam tantangan zaman revolusi industri 4.0, di tengah perubahan masyarakat menuju smart society, serta perubahan gaya hidupnya, masih ada sekolah yang bangunannya ambruk, juga sekolah yang tidak ada atau kurang guru.

Perjalanan panjang menata pendidikan Indonesia memang tidak akan pernah usai, Skor kompetensi siswa Indonesia dalam membaca, matematika dan sains hasil Program Penilaian Pelajar Internasional (Programme for International Students Assessment, PISA) yang melorot dibandingkan tiga tahun sebelumnya adalah kabar buruk, sekaligus bahan evaluasi mendalam, dan mari jawab bersama“What’s wrong with our education?.”

Masih butuh banyak terobosan dalam menuju Pendidikan Maju, terutama soal meningkatkan kualitas guru yang diurai dari hulu, dan disparitas mutu pendidikan yang juga sangat erat kaitannya dengan desentralisasi pemerintahan. Saya tunggu gebrakan lainnya, Mas Menteri!

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut