Tiga Alasan Pidana Kebiri Pemerkosa 9 Anak di Mojokerto Tak Bisa Dilakukan
JAKARTA, iNews.id - Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto memberikan pidana tambahan berupa kebiri kimia terhadap pemerkosa sembilan anak, Muh Aris (20). Majelis hakim memvonis warga Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Mojokerto itu, 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel mengapresiasi putusan yang merupakan pertama di Indonesia itu. Namun, dia meyakini putusan tersebut tidak bisa dilakukan karena tiga alasan.
"Akhirnya, ada juga pengadilan negeri (Mojokerto) yang memuat kebiri kimiawi dalam putusannya bagi terdakwa predator seksual. Tapi, bisa dipastikan, putusan semacam itu tidak bisa dieksekusi," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Pertama, menurut Orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Master Psikologi Forensik ini, Ikatan Dokter Indonesia menolak menjadi pelaksana karena di Indonesia filosofi kebiri adalah retributif.
"Padahal, di luar, filosofinya adalah rehabilitasi. Dokter, kata IDI, bertugas menyembuhkan, bukan balas dendam," ujar dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini.
Kedua, Reza menuturkan, pidana kebiri di Indonesia dengan menihilkan kehendak pelaku. "Alhasil, bisa-bisa pelaku menjadi predator mysoped. Semakin buas," katanya.
Di luar negeri, dia mengatakan, kebiri berdasarkan permintaan pelaku. "Pantaslah kalau di sana kebiri kimiawi mujarab," ujarnya.
Ketiga, Reza menambahkan, di Indonesia belum ada aturan (turunan) yang memuat mengenai ketentuan teknis kastrasi kimiawi. "Akibatnya, UU 17/2016 melongo bak macan kertas," katanya.
Editor: Djibril Muhammad