Infrastruktur Masih Minim, Bus AKAP Belum Cocok Gunakan Kendaraan Listrik
“Kita tidak bisa menahan atau melawan perubahan. EV itu pasti akan terjadi di dunia ini. Tapi EV saat ini lebih ideal di kawasan tertentu,” kata Sani saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/10/2022).
“Artinya begini, model transportasi darat ini ada dari beberapa model, AKAP, AKDP, angkutan kota dan sebagainya. Menurut saya EV ini lebih ideal untuk dalam kota. Kalau untuk pariwisata atau akap rasanya masih jauh dari mungkin saat ini,” ujarnya.
Sani yang juga direktur utama PO SAN dan pengurus DPP Organda menyampaikan kepada pemerintah untuk tidak memaksakan pengusaha bus AKAP dan pariwisata beralih ke bus listrik.
“Sampai hari ini tekhnologi baterai itu baru tahan sampai 300 km, dengan catatan medan jalan yang rata. Fast charging paling cepat 2-4 jam. Misal di tengah jalan Jakarta-Solo, baterai habis dan meminta izin ke penumpang untuk mengisi selama tiga jam, kan tidak mungkin,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Sani, bus listrik yang memiliki baterai besar juga akan mengurangi daya kapasitas bagasi. Ini akan memengaruhi efisiensi bus AKAP yang saat ini didesain untuk memuat banyak barang bawaan penumpang.
“Saya melihat pemerintah belum berani untuk mendorong kami (pengusaha bus AKAP), karena alasan itu,” katanya.
Sani menegaskan hanya sebagian kecil wilayah di Indonesia yang siap dengan tren kendaraan listrik. Ini akan mempersulit pengusaha bus AKAP jika mengalami kendala pada sistem kelistrikan bus mereka.
“Kalau boleh saya sampaikan, sebenarnya teknologi elektrik ini masih belum matang. Di kawasan tertentu kalau terjadi apa-apa cepat ditangani. Tapi bus AKAP ini seperti ‘bang Toyib’, terlebih pariwisata tujuannya tidak tentu,” katanya.
Editor: Dani M Dahwilani