Mengunjungi Al Shindagha Museum, Melihat Dubai Masa Lalu yang Bergantung pada Mutiara Jadi Kota Modern

Di Culture of The Sea Pavilion, pengalaman terasa begitu personal. Saat melangkah memasuki rumah, sesekali terdengar suara lantai dari kayu tua yang berderit, juga suara ombak dan angin dari audio imersif.
Kacamata VR (virtual reality) membawa kami masuk menatap langsung kerasnya kehidupan penyelam mutiara. Saya melihat penyelam menjepit hidung, lalu menyelam hingga ke dasar teluk dengan perlengkapan seadanya, demi menemukan mutiara untuk bertahan hidup dan menghidupi keluarga.
Pria itu mengumpulkan satu per satu kerang dan memasukkan ke dalam keranjang. Saya pun seakan ikut menyelam dan bisa mengumpulkan kerang-kerang berisi mutiara-mutiara itu.
Begitulah Dubai di masa lalu. Mutiara menjadi urat nadi perekonomian sebelum minyak dan gas ditemukan. Kini sumber pendapatan Dubai sangat beragam, termasuk pariwisata, real estate, perdagangan, jasa keuangan, penerbangan, dan manufaktur.
Namun, Dubai harus melewati masa-masa berat. Setelah Jepang memproduksi mutiara budidaya pada tahun 1930, perdagangan mutiara di Dubai mulai menurun. Ekonomi memburuk.
Pada 1937, perjanjian minyak pertama ditandatangani dengan Inggris untuk mencari minyak di Dubai di darat. Tiga puluh tahun kemudian, ladang minyak ditemukan di lepas pantai Dubai pada 1966. Hasilnya, pendapatan meningkat dan proyek-proyek infrastruktur besar dimulai. Era baru dimulai. Singkat cerita, Dubai berkembang pesat menjadi kota modern seperti saat ini.