Manfaat Mengonsumsi Menu Berbasis Nabati, Lebih Sehat dan Ramah Lingkungan

Perlu diketahui, PBB menerbitkan kajian mengenai perubahan iklim pada awal 2024. Ketahanan pangan menjadi perhatian utama, akibat cuaca ekstrem dan bencana iklim yang dapat memengaruhi siklus tanaman dan pertanian di negara-negara Asia, naiknya harga dan meningkatnya kelaparan.
"Kita bergantung pada sistem pangan yang tidak memadai dan terlalu bergantung pada protein hewani, penghasil emisi utama CO2 dan gas rumah kaca dalam produksi pangan," kata Yohana Sadeli, pengelola program nutrisi esok hari, inisiatif kolaboratif Animal Friends Jogja dan NGO Internasional Sinergia Animal.
Menurut Yohana, peternakan dan penangkapan ikan bertanggung jawab pada 61 persen emisi yang berasal dari sektor agrikultur, tanpa mempertimbangkan rantai pasokan lainnya. "Namun hanya menyediakan 37 persen protein dan 18 persen kalori untuk dikonsumsi di seluruh dunia," kata Yohana.
Menurut laporan Komisi EAT-Lancet, sistem pangan yang selaras dengan tujuan lingkungan dan gizi terdiri dari lebih 90 persen makanan berbasis nabati. "Kami menginisiasi salah satu diskusi penting untuk isu krisis iklim, peningkatan kesadaran mengenai dampak pilihan pangan serta memfasilitasi perubahan yang kita perlukan di lembaga nasional kita. Kami mendorong institusi dan pemerintah mengambil inspirasi dari Kota Cali dan Chaparral, keduanya di Colombia, yang sudah menjalankan program di sana," kata Yohana.
Dia menambahkan, dengan mengubah pola makan mengganti hewani dengan nabati dapat mengurangi jejak karbon. Sebab, untuk mengatasi perubahan iklim memerlukan implementasi pola makan yang ramah iklim dan transformasi sistem pangan.