LONDON, iNews.id - Eropa bersiap untuk menghadapi potensi krisis gas besar-besaran akhir pekan ini. Itu dipicu gelombang panas yang telah meningkatkan pemintaan energi untuk membantu mendinginkan rumah dan bisnis di benua tersebut.
Pada Kamis (22/7/2022), pipa Nord Stream, yang menghubungkan gas Rusia ke Eropa akan dibuka kembali setelah 10 hari dilakukan pemeliharaan rutin. Namun kekhawatiran semakin meningkat bahwa Rusia akan tetap menghentikan keran gas sebagai aksi balas dendam atas sanksi yang telah diberlakukan Uni Eropa sejak negara itu menginvasi Ukraina sejak Februari lalu.
Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan pada awal bulan ini, negaranya harus bersiap untuk kemungkinan yang terburuk.
"Apa pun bisa terjadi. Bisa jadi gas mengalir lagi, bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Bisa jadi tidak ada yang keluar sama sekali," kata Habeck, dikutip dari CNN Business, Selasa (19/7/2022).
Pipa tersebut mengirimkan 55 miliar meter kubik gas per tahun ke Eropa atau sekitar 40 persen dari total impor pipanya dari Rusia. Namun negara tersebut telah memangkas ekspor gasnya ke beberapa negara Eropa. Bulan lalu, Jerman sebagai ekonomi terbesar di kawasan Eropa menyatakan krisis gas setelah perusahaan gas Rusia, Gazprom memangkas ekspor gaa melalui pipa sebesar 60 persen.
Gazprom menyalahkan langkah itu pada keputusan Barat yang menahan turbin vital karena sanksi yang diterapkan. Sementara distributor gas Jerman Uniper pada Senin (18/7/2022) mengonfirmasi telah menerima surat dari Gazprom yang mengklaim force majeure atas kekurangan pengiriman gas di masa lalu dan saat ini.
Force majeure adalah klausul kontrak yang memberikan alasan bagi perusahaan untuk gagal memenuhi kewajibannya. Biasanya digunakan dalam keadaan ekstrem seperti bencana alam.