Toto menyebut, pemerintah Malaysia membagi badan usahanya menjadi dua kategori Pertama, kategori komersial dari bisnis holding. Misalnya, di sektor perbankan dan properti.
Kedua, kategori strategic asset, di mana kelompok BUMN yang juga memiliki tugas PSO yang besar. Contohnya, Tenaga Nasional Berhad (TNB), BUMN di bidang kelistrikan dan Telekom Malaysia Berhad, di sektor telekomunikasi.
Terhadap kelompok strategic asset sendiri, return yang ditargetkan pun relatif lebih kecil dibandingkan dengan BUMN yang seutuhnya fokus pada komersialisasi bisnis.
“Jadi kelolaannya mereka terhadap kelompok strategic treatment-nya tentu beda dengan kelompok fully komersial,” katanya.
Terkait posisi super holding BUMN Indonesia nantinya, lanjut Toto, akan berbeda dan unik, karena bisa saja pemerintah mengadopsi skema yang dilakukan Temasek dan Khazanah.
“Nah itu yang kemudian kalau kita adopsi dengan konteksnya Indonesia mungkin agak sedikit, agak unik nanti ya mana yang akan lebih cocok dipilih,” ucapnya.
Saat ini sudah ada beberapa holding yang dibentuk pemerintah Indonesia. Seperti, Holding Perkebunan Nusantara di bawah PTPN III (Persero), Holding BUMN Kehutanan di bawah Perum Perhutani, Holding BUMN Pupuk di bawah PT Pupuk Indonesia (Persero).
Kemudian, holding BUMN Semen di bawah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Holding BUMN Pertambangan di bawah PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), dan Holding BUMN Migas di bawah PT Pertamina (Persero).
Tidak berhenti sampai di sini, pemerintah berusaha untuk menciptakan super holding. Pendirian ini akan menjadi terobosan baru pemerintah yang tujuan menggalakkan pertumbuhan ekonomi dan membuat investasi strategis yang dapat berkontribusi kepada pembangunan negara.