Dalam putusannya, MA menilai kementerian-kementerian terkait tidak serius dalam menjalankan program JKN. Selain itu, MA juga menyoroti eksistensi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang tidak jelas. Banyak masyarakat yang tidak tahu institusi itu.
"Ketiga, adanya kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial BPJS. Keempat, mandulnya Satuan Pengawas Internal BPJS dalam melaksanakan pengawasan, sehingga menimbulkan kesan adanya pembiaran terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi," tulis MA.
Menurut MA, adanya fraud itu menyebabkan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan defisit. MA tidak memperbolehkan hal itu dibebankan kepada masyarakat dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Apalagi, kondisi ekonomi sedang tidak menentu. Oleh karena itu, MA meminta pemerintah mencari jalan keluar selain menaikkan iuran.
Selain itu, kata MA, adanya fraud berdampak sistemik pada pelayanan JKN. Di antaranya diskriminasi dalam pemberian pelayanan kepada pasien yang menggunakan BPJS, pembatasan kuota dan keterlambatan dokter dari jadwal, pelayanan administrasi yang tidak profesional dan bertele-tele, fasilitas tak sesuai dengan yang tertera pada kartu, hingga obat-obatan BPJS yang semuanya obat generik.