Rencana transaksi tersebut merupakan langkah strategis bagi IATA untuk memanfaatkan momentum yang timbul dari lonjakan harga komoditas batu bara yang berkelanjutan. IATA meyakini akuisisi ini tidak hanya akan mendongkrak prospek bisnis, tetapi juga secara signifikan menguatkan nilai perusahaan karena IATA mengubah kepentingan bisnisnya dari sektor transportasi dan infrastruktur ke sektor energi.
Sementara itu, dalam beberapa bulan belakangan ini, harga batu bara Newcastle melonjak hingga menyentuh angka 269,5 per ton pada bulan ini, harga tertinggi sepanjang masa. Harga saat ini berada di level 245 dolar AS per ton. Kenaikan ini turut mendorong harga batu bara di Indonesia.
Kenaikan permintaan listrik di China, larangan informal Beijing atas impor batu bara dari Australia, lonjakan permintaan listrik di India, gangguan pasokan di negara-negara penghasil batubara seperti Australia, Afrika Selatan dan Columbia, dan kenaikan harga gas alam telah memicu kenaikan substansial.
Harga batu bara diperkirakan akan tetap tinggi karena pasokan yang terus menyusut. Permintaan di China dan bagian lain dunia terus meningkat, bahkan akan meningkat lebih tinggi karena musim dingin yang akan datang sebentar lagi, pembukaan kembali ekonomi pasca pandemi dan banjir di provinsi Shanxi, pusat penambangan batu bara terbesar di China.
Menurut data National Bureau of Statistics (NBS) China, batubara merupakan sumber energi utama di China, dengan kontribusi hampir 60 persen dari total penggunaan energi nasional, yang banyak digunakan untuk pemanasan, pembangkit listrik, dan pembuatan baja. Sementara India telah memerintahkan pembangkit listrik untuk mengimpor 10 persen batu bara untuk campuran, pembalikan tajam dari arahan sebelumnya untuk menggunakan batu bara domestik.