Syarif memaparkan nilai proyek pembangunan Dermaga Sabang dari 2006–2011 terus menggelembung. Pada 2006, anggaran ditetapkan Rp8 miliar, 2007 sejumlah Rp24 miliar, 2008 sebesar Rp124 miliar, 2009 sebesar Rp164 miliar, 2010 sejumlah Rp180 miliar, dan pada 2011 sebesar Rp285 miliar.
Pada tahun 2004, nilai proyek Rp7 miliar tidak dikerjakan pada kurun 2004-2005 karena bencana tsunami Aceh. Namun, uang muka telah diterima sebesar Rp1,4 miliar.
Adapun dugaan penyimpangan yang dilakukan PT NK dan PT TS, di antaranya terjadi penunjukan langsung, Nindya Sejati joint operation sejak awal telah diarahkan sebagai pemenang pelaksana pembangunan.
Kemudian, ada dugaan rekayasa dalam penyusunan HPS dan penggelembungan harga (mark up), serta pekerjaan utama diserahkan kepada PT Budi Perkasa Alam. Ditemukan pula kesalahan dalam prosedur dimana izin-izin terkait seperti amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dan lainnya belum ada namun pembangunan dilaksanakan.
Syarif menjelaskan, KPK telah melakukan pemblokiran rekening terkait PT NK sebesar Rp44,68 miliar sedangkan PT TS sebesar Rp49,9 miliar. Penyidik juga menyita dua aset PT TS berupa satu unit stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan satu unit stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) yang nilainya setara dengan Rp12 miliar.
Akibatnya, PT NK dan PT TS disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.