Dia menjabarkan, dari 300 surat itu, 65 surat di antaranya berisi transaksi keuangan perusahaan atau badan atau perorangan yang tidak ada kaitan dengan pegawai Kementerian Keuangan. Namun, katanya, surat itu dikirim ke Kemenkeu karena transaksi tersebut berkaitan dengan fungsi Kemenkeu seperti transaksi ekspor dan impor.
"65 surat itu nilainya Rp253 triliun. Jadi artinya PPATK menengarai ada transaksi dalam perekonomian entah itu perdagangan, pergantian properti yang ditengarai ada mencurigakan dan itu dikirim ke Kementerian Keuangan supaya Kementerian Keuangan bisa follow up, tindak lanjuti sesuai fungsi kita," katanya.
Kemudian, ada 99 surat yang dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai Rp74 triliun. Sisanya, baru lah surat yang menyangkut dengan pegawai di Kemenkeu.
"Sedangkan 135 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai Kementerian Keuangan, nilainya jauh lebih kecil, karena tadi Rp253 triliun plus 74 itu sudah lebih dari Rp300 triliun," ucapnya.
Dia mencontohkan salah satu surat berisi transaksi mencurigakan yang telah ditindaklanjuti oleh Ditjen Bea Cukai Kemenkeu. Surat itu dikirim PPATK pada 19 Mei 2020.
Dia menyebut pada surat itu berisi soal transaksi Rp189,27 triliun. Karena angka yang besar, Kemenkeu langsung menelusuri hal tersebut dan tidak menemukan hal mencurigakan karena transaksinya dilakukan pelaku ekspor dan impor. Setelah dilihat, dari Bea Cukai lalu meneliti nama-nama 15 entitas. Mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan dan kegiatan money changers.
Dia mengatakan angka transaksi dari 15 entitas itu naik dan turun, terutama saat pandemi Covid-19 terjadi. Dia juga mengatakan sudah membahas soal surat itu dengan PPATK pada September 2020.
"Waktu Bea Cukai mengatakan tidak menemukan di Bea Cukai ada kecurigaan, maka Pajak masuk," ujarnya.