Sri Mulyani menuturkan, Ditjen Pajak juga menerima surat dari PPATK dengan nilai transaksi Rp205 triliun dari 17 entitas. Ditjen Pajak, lalu melakukan penelitian sisi pajak dari 2017 sampai 2019. Dia menyebut ada figur SB di dalam PPATK yang menyebut figur itu punya omzet Rp8,247 triliun. Sementara, data dari SPT pajak, figur itu punya omzet Rp9,68 triliun.
"Karena si orang ini memiliki saham di PT BSI, kita teliti BSI yang ada di dalam surat PPATK juga. PT BSI ini data PPATK menunjukkan Rp11,77 triliun. SPT pajaknya menunjukkan, ini pajak dari 2017 hingga 2019, tiga tahun, SPT pajaknya Rp11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp212 miliar. Itu pun tetap dikejar, kalau memang buktinya nyata maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen," katanya.
"PT IKS 2018-2019, PPATK menunjukkan Rp4,8 triliun, SPT menunjukkan Rp3,5 triliun. Kemudian ada seseorang DY SPT-nya hanya Rp38 miliar, tapi PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp8 triliun," sambungnya.
Perbedaan data itu kemudian dipakai Ditjen Pajak memanggil pihak-pihak bersangkutan. Dia mengatakan muncul modus SB menggunakan rekening lima orang karyawannya
"Termasuk kalau kita bicara transaksi ini adalah transaksi money changer," ucapnya.
Sri Mulyani menegaskan bahwa pihaknya sangat menghargai data PPATK. Dia juga menyatakan PPATK, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai selalu bertukar informasi untuk memberantas korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
"Dalam kondisi itu, di Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak sudah dilakukan 17 kasus tindak pidana pencucian uang yang hasilnya Rp7,88 triliun penerimaan negara, dan bea cukai ada delapan kasus tindak pidana yang hasilnya Rp1,1 triliun. Nah, surat PPATK tersebut yang berkaitan dengan internal Kementerian Keuangan, oknum atau pegawai Kementerian Keuangan, mulai dari Gayus itu Rp1,9 triliun sudah dipenjara, kemudian ada lagi saudara Angin Prayitno itu disebutkan transaksinya Rp14,8 triliun oleh PPATK itu juga sudah dipenjara," tuturnya,