Pernah satu kali mertuanya kehabisan paket internet. Dia pun lantas mengisikan pulsa telepon seluler orang tua suaminya itu lewat BRImo. Di lain waktu, pernah pula alarm meteran listrik di rumahnya berbunyi sebagai pertanda pulsanya mau habis. Dengan BRImo, dia membeli token pulsa listrik dan masalah pun selesai.
“Sebelumnya (transaksi) tidak pernah semudah ini,” ucap perempuan yang bekerja sebagai ASN di Jakarta itu.
Tidak hanya itu, Puti ternyata juga memegang kartu BRIZZI. Uang elektronik dari BRI itu dia pakai saat membayar tol maupun parkir di sejumlah gedung di Ibu Kota. “Pengisian BRIZZI ini gampang sekali, juga bisa lewat aplikasi BRImo,” tutur ibu muda itu.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menilai tren cashless akan terus meningkat pascapandemi. Sebab, metode tersebut menawarkan pengalaman bertransaksi yang semakin mudah.
“Kendati demikian, kebutuhan uang fisik masih tetap besar, karena sebagian besar transaksi akan tetap memakai uang fisik,” tuturnya, Jumat (17/2/2023).
Menurut Eko, untuk saat ini, baik metode transaksi cashless maupun secara tunai, masih sama-sama diperlukan, dan belum lagi sampai pada tahap yang satu akan meniadakan yang lain. Preferensi transaksi cashless saat ini mayoritas masih dimiliki oleh generasi muda, yang “kantongnya masih lebih tipis” dibandingkan dengan generasi baby boomers. Selain itu, tren ini juga banyak dilakukan oleh kelas menengah atas yang berpendidikan—yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan kalangan bawah.
Eko mengatakan, industri perbankan memainkan peran signifikan dalam mendukung percepatan cashless di kota-kota besar. Persaingan layanan aplikasi online antarbank pun berjalan kompetitif. Namun, untuk kota-kota kecil, dia menilai peran perbankan masih harus terus dibangun. “Apalagi di daerah yang jauh dari pusat ekonomi, sepertinya yang bisa berperan masih sebatas pemerintah,” kata dia.