Ihsan memaparkan, kebijakan perpajakan tahun 2024 akan diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan. Kebijakan perpajakan tahun 2024 meliputi upaya mendorong tingkat kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Selain itu, lanjutnya, memperkuat sinergi melalui joint program, pemanfaatan data, dan penegakan hukum. Serta menjaga efektivitas implementasi UU HPP untuk mendorong peningkatan rasio perpajakan.
“Juga insentif perpajakan yang semakin terarah dan terukur, guna mendukung iklim dan daya saing usaha, serta transformasi ekonomi yang bernilai tambah tinggi,” ujar Ihsan.
Sementara itu, hingga akhir 2023 ini penerimaan pajak ditarget dapat tembus Rp1.818 triliun. Adapun, angka tersebut di atas target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebesar Rp1.718 triliun.
Sebagai informasi, penerimaan pajak Januari–Agustus 2023 tumbuh positif mencapai Rp1.246,97 triliun, utamanya didukung oleh kinerja kegiatan ekonomi yang baik. Secara rinci, PPh Non Migas tercatat sebesar Rp708,23 triliun, PPN dan PPnBM tercatat sebesar Rp477,58 triliun. Dua komponen tersebut mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 7,06 persen dan 8,14 persen.
Sementara itu, Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya terkontraksi akibat pergeseran pembayaran PBB migas, sedangkan PPh Migas mengalami kontraksi sebagai dampak moderasi harga minyak bumi. Secara rinci, PBB dan Pajak Lainnya tercatat sebesar Rp11,64 triliun, serta PPh Migas tercatat sebesar Rp48,51 triliun.