Temuan BPKP ini, lanjutnya, telah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ateh juga mengungkapkan pengawasan pihaknya mencatat beberapa hal penting yang perlu ditindaklanjuti agar program penggunaan produk lokal berjalan dengan efektif.
Pertama, definisi PDN masih sangat longgar dan menimbulkan multi tafsir. Kriteria PDN yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 maupun Peraturan Menteri Perindustrian nomor 16 tahun 2011 yang mempunyai implikasi bahwa dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sangat rendah sekalipun, masih dapat dikatakan Produk Dalam Negeri.
Ateh menilai, kondisi ini menjadi jalan keluar (loophole) yang dapat digunakan K/K, Pembda dan BUMN sebagai exit strategy pemenuhan kewajiban penggunaan produk dalam negeri.
Kedua, belum terdapat daftar komoditas PDN yang komprehensif, serta belum adanya acuan bagi PPK dalam menentukan TKDN. Hal ini menyulitkan PPK dalam memperhitungkan dan merencanakan belanja untuk PDN maupun meningkatkan TKDN dalam belanjanya.
Ketiga, hasil pantauan BPKP mendapati ada 369 K/L dan Pemda, terdiri atas 13 K/L dan 356 Pemda, yang memiliki nilai Rencana Umum Pengadaan (RUP) Barang dan Jasa melebihi anggaran unit kerja atau overstated. Anggaran RUP sebesar Rp541,12 triliun sedangkan nilai anggaran hanya Rp365,02 triliun.