JAKARTA, iNews.id - Lemahnya kondisi perekonomian Indonesia memengaruhi kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepanjang tahun 2020. Di Tanah Air, pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional terkoreksi selama tiga kuartal berturut-turut.
Pada kuartal I-2020, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 2,97 persen. Nilai itu mendarat jauh dari target pemerintah di kisaran 4,5-4,6 persen. Penurunan tajam justru terjadi pada kuartal II, di mana, ekonomi Indonesia minus hingga 5,32 persen. Sementara pada kuartal III, ekonomi minus 3,49 persen.
Akibatnya, kinerja BUMN ikut terkontraksi hingga 60 persen dan diproyeksikan masih tergerus di angka 30 persen pada 2021. Bahkan, bisnis BUMN pun tidak mencapai target dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang ditetapkan Menteri BUMN Erick Thohir.
Dalam RKAP, Erick memasang target yang cukup tinggi, di mana tahun ini aset perseroan harus mencapai Rp8,733 triliun, ekuitas Rp2,664 triliun, Capital Expenditure (Capex) atau belanja modal Rp368 triliun, laba tahun berjalan (Net) Rp152 triliun, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk (Net) Rp138 triliun serta dividen Rp44 triliun.
Meski begitu, Erick terpaksa merevisi target tersebut karena anjloknya bisnis perusahaan juga ikut memengaruhi target kinerja Kementerian BUMN yang dituangkan dalam Rencana Strategi (Renstra) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dari segi dividen, BUMN hanya bisa menyetor di kisaran 25 persen saja. Persentase itu jauh lebih kecil dari dividen 2019 yang mencapai Rp50 triliun.
Setoran pajak juga mengalami penurunan. Pada kuartal I 2020, besaran pajak yang dibayarkan kepada pemerintah hanya di angka Rp55,51 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp31,43 triliun. Sementara setoran pajak di tahun 2019 mencapai Rp284 triliun dan PNBP sebesar Rp135 triliun. Erick mengakui, pandemi yang berlangsung sepanjang tahun ini berdampak pada bisnis BUMN.
Tercatat, sebanyak 90 persen BUMN yang terkoreksi bisnisnya. Sektor usaha, termasuk BUMN ada yang berpotensi tersisih akibat krisis kesehatan, yaitu konstruksi, pariwisata, perhotelan, pertambangan, keuangan, otomotif, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pertanahan, kelautan dan transportasi, aviasi atau penerbangan, perbankan dan energi.