Di samping membuka pasar untuk pemanfaatan EBT yang lebih besar, pemerintah akan memaksimalkan implementasi bioenergi, seperti percepatan pembangunan listrik berbasis sampah di 12 kota, pemanfaatan biomassa dan sampah sebagai bahan baku pada co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) eksisting, pelaksanaan mandatori B30, serta program pengembangan green refinery, dan mendorong pengembangan panas bumi berbasis kewilayahan melalui program Flores Geothermal Island (targetnya adalah pemenuhan beban dasar listrik di Pulau Flores).
"Optimalisasi pemanfaatan tidak langsung energi panas bumi. Untuk mengurangi risiko eksplorasi para pengembang, pemerintah juga telah membuat pengembangan panas bumi melalui government drilling, kegiatan eksplorasi dilakukan oleh pemerintah," ujar Arifin.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Aneka Energi Kementerian ESDM Harris mengatakan transisi dari energi berbasis fosil ke EBT diperlukan karena ramah lingkungan. Kunci pemanfaatan EBT yang optimal adalah harga yang lebih kompetitif.
"Saat ini, pemerintah telah berupaya menyelesaikan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembelian Energi Listrik Energi Terbarukan. Dalam perpres ini akan mengatur harga EBT yang didasarkan kepada aspek keekonomian dari teknologi EBT itu dan juga berdasarkan lokasi energi terbarukan itu akan dibangun, harganya akan berbeda dan harga yang sudah dimasukkan dalam rancangan perpres ini lebih menarik untuk memberikan daya tarik kepada pelaku bisnis untuk datang berinvestasi ke Indonesia," ujar Harris.
Ada 11 kementerian dan lembaga yang terlibat dan memberikan peran dalam mendorong pengembangan EBT ini, mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BUMN, Kementerian Perindustrian, dan lainnya.