Ketiadaan aturan, kata dia, membuat banyak pejabat pada saat itu leluasa menjual aset negara tanpa ketahuan. "Banyak sekali barang milik negara, belum lagi kalau dulu tanah tanah, kalau menterinya lagi senang saya ingin jual tanah, saya jual tanah saja karena dulu enggak pernah ada pengadministrasian, sehingga banyak sekali republik itu kehilangan banyak aset," katanya.
Situasi berubah, kata dia, saat reformasi. Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sejak saat itu, semua aset negara wajib dicatat.
"Jadi waktu kemudian terjadi krisis kemudian kita punya undang-undang keuangan negara dan perbendaharaan negara, kita baru mulai membangun neraca keuangan. Di situlah baru muncul (pikiran) 'Oh mari kita membukukan dan me-record," tuturnya.