JAKARTA, iNews.id - Kajian Badan Pusat Statistik (BPS) dari hasil Susenas mengungkap 8 persen atau sekitar 71 perempuan di Indonesia memilih childfree. Kajian ini dihitung dari perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah menikah namun belum pernah memiliki anak dalam keadaan hidup.
Persentase perempuan childfree di Indonesia cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir. Namun dengan tren kenaikan yang ada, fenomena childfree memang berkontribusi signifikan terhadap penurunan total fertility rate (TFR) di Indonesia.
Di 2022 saja, sekitar delapan orang diketahui memilih hidup childfree di antara 100 perempuan usia produktif yang pernah kawin, namun belum pernah memiliki anak serta tidak sedang menggunakan alat KB.
Jumlah tersebut setara dengan 0,1% perempuan berusia 15-49 tahun. Artinya, dari 1000 perempuan dewasa di Indonesia, satu di antaranya telah memutuskan untuk childfree.
Menurut Doyle, berkembangnya jumlah perempuan yang memilih childfree dipicu oleh penemuan alat kontrasepsi yang aman, meningkatnya kesempatan pendidikan, serta merebaknya advokasi kesetaraan gender.
Selain itu, Crawford dan Solliday berpendapat bahwa orientasi homoseksual juga memengaruhi keputusan untuk hidup childfree.
Childfree sendiri merupakan istilah bagi individu atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, baik secara biologis maupun melalui proses adopsi. Menjalani hidup secara childfree tidak ada kaitannya dengan kesehatan fertilitas seseorang, tetapi murni karena pilihan hidup.
Banyak masyarakat childfree yang beranggapan bahwa ada harga mahal yang harus dibayar serta banyak aspek sosial, ekonomi, bahkan psikologi yang harus dikorbankan dalam parenting.
Berdasarkan wilayahnya, persentase perempuan yang memilih childfree di perkotaan (8,5%) lebih tinggi dibanding pedesaan (7,8%). Selain itu, persentasenya juga tercatat lebih tinggi di Jawa (8,9%) dibanding luar Jawa (7,3%).
Kelompok masyarakat seperti apa yang umumnya memutuskan untuk childfree? Baca terus beritanya sampai selesai.