“Yang jelas kita tetap mendukung, ini mungkin jadi salah satu komitmen pemerintah untuk benar-benar bisa mengakomodir atau bisa mengakomodasi terpenuhinya hak-hak ibu dan anak,” ujar Sri, saat dihubungi, Kamis malam (4/7/2024).
"Tapi yang jadi pertanyaan kita, ini undang-undangnya benar-benar mau melindungi apa cuma kaya oh ya udah setengah-setengah aja, jangan sampai undang-undang ini jadi seolah-olah pengasuhan itu tuh jadi bebannya hanya seorang perempuan aja,” katanya.
Sri mengatakan, undang-undang tersebut masih terlalu fokus terhadap pemberian cuti melahirkan kepada perempuan. Padahal, di masa-masa kehamilan hingga melahirkan, perempuan juga butuh figur seorang suami untuk membantu mengasuh sang anak.
Meski dalam undang-undang disebutkan suami akan mendapatkan waktu yang cukup untuk mendampingi sang istri, di sana tidak disebutkan secara spesifik berapa lama waktu yang dimaksud.
“Jadi ini kaya malah semakin memperlihatkan kepada kita hari ini kondisi kita memang terkait pengasuhan anak itu lebih diberatkan kepada seorang perempuan aja,” kata Sri.