Kandungan BPA pada Kemasan Plastik Ganggu Kesehatan, BPOM Edukasi Hal Ini

Vien Dimyati
BPOM rekomendasi pelabelan BPA pada kemasan plastik (Foto: live science)

Diharapkan Tak Berdampak pada UMKM

Dengan adanya wacana pelabelan BPA ini, diharapkan tidak berdampak buruk kepada UMKM. Pemerintah perlu mewaspadai risiko pelabelan wajib Bisfenol-A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polikarbonat terhadap eksistensi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Diharapkan, kebijakan yang dikeluarkan oleh BPOM tidak akan merembet pada pebisnis kelas kecil yang kini banyak terjun ke industri pengisian air minum.

Sekjen Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan menyarankan kepada BPOM dan pemangku kebijakan untuk memerhatikan pada standar mutu dibandingkan dengan kemasan dari produk tersebut.

"Diharapkan pemerintah untuk lebih teliti dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan konsumsi masyarakat luas ini. Buat pedagang berdampak tetapi secara tidak langsung. Tetapi yang lebih penting soal mutu," kata Reynaldi.

Dia ingin ada komunikasi intensif antara pelaku usaha, masyarakat, dan BPOM, termasuk pebisnis kecil untuk menghindari perdebatan yang panjang mengenai hal ini.

Apalagi revisi yang diajukan itu akan mewajibkan AMDK galon guna ulang berbahan PC untuk mencantumkan label ‘berpotensi mengandung BPA’ pada kemasannya. Sedangkan galon sekali pakai berbahan PET boleh mencantumkan label ‘bebas BPA’.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyarankan kepada BPOM untuk memberikan penjelasan secara lebih rinci mengenai jaminan perlindungan UMKM.

Menurutnya, dampak dari kebijakan ini memang akan dirasakan lebih dahulu oleh pelaku besar sebelum mengarah ke pelaku UMKM. Adapun dampak pada UMKM relatif lebih kecil sepanjang kebijakan pelabelan BPA itu tidak diiringi dengan penarikan galon yang telah beredar di masyarakat.

Oleh sebab itu, BPOM wajib memberikan kepastian apakah pelabelan BPA berlaku surut atau tidak. Jika berlaku surut, maka galon yang saat ini beredar pun harus ditarik dari pasaran lantaran tidak dilengkapi label BPA.

Hal inilah yang merugikan UMKM karena mayoritas galon yang dijadikan objek untuk mengisi ulang air adalah barang bekas atau yang sudah beredar di masyarakat.

"Jangan sampai semua galon yang sudah tersebar harus ditarik kembali dan disesuaikan standarnya mengikuti regulasi yang baru," kata Yusuf.

Dia menambahkan, apabila galon harus menggunakan standar BPA dan galon lama tidak boleh digunakan kembali, tentu ini akan berdampak terhadap konsumen dan juga pelaku usaha air isi ulang.

Ketua Asdamindo Erik Garnadi menambahkan, seharusnya yang lebih disoroti adalah soal kualitas air minum isi ulang yang ada di depot-depot ilegal. Terlebih, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hanya 1,6 persen

dari total jumlah depot air minum isi ulang yang memiliki legalitas atau sertifikat higienis.

Editor : Vien Dimyati
Artikel Terkait
Nasional
23 hari lalu

MNC Peduli Gelar Donor Darah dan Galang Dana untuk Korban Bencana Sumatera

Health
1 bulan lalu

Vaksin TBC AdTB105K Mulai Uji Klinik Fase 1, BPOM Ungkap Faktanya!

Nasional
1 bulan lalu

BPOM: Gudang Obat Mengandung Bahan Kimia Berbahaya di Jakbar Sudah Beroperasi 4 Tahun

Nasional
1 bulan lalu

BPOM Sita Ribuan Obat Terlarang, Mengandung Bahan Kimia Berbahaya

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal