JAKARTA, iNews.id - Persoalan Demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia masih menjadi isu penting untuk segera diatasi. Sebab, kasus DBD pada 2022 dapat ditemukan pada seluruh kelompok usia, di mana 35 persen ditemukan pada rentang usia 5-14 tahun.
Angka kematian akibat DBD tertinggi dilaporkan terjadi pada kelompok anak-anak usia 5-14 tahun atau 45 persen dari seluruh kelompok usia.
Wakil Menteri Kementerian Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, dalam 10 tahun terakhir, kasus dengue/DBD di Indonesia meningkat seiring dengan pergantian iklim. Biasanya mulai naik di November, dan puncaknya terjadi sekitar bulan Februari. Apalagi dengan suhu panas yang sekarang dibawa oleh El Nino. Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara endemik dengan kasus tertinggi. Sebagian besar kabupaten/kota mempunyai incidence rate >10/100.000, tetapi ada 26 kabupaten/kota yang sudah mencapai incidence rate >10/100.000.”
"Pemerintah telah merumuskan strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025 yang mencakup manajemen vektor, surveilans, tatalaksana, partisipasi masyarakat, komitmen pemerintah dan kajian. Oleh karena itu, Pemerintah secara aktif melakukan sosialisasi terkait gerakan masyarakat seperti program 3M Plus," kata Prof Dante melalui keterangannya belum lama ini.
Dia menambahkan, sejauh ini, 3M Plus masih menjadi program yang cukup efektif. Namun memang, selain dengan memperkuat program pemberdayaan masyarakat, dibutuhkan upaya yang lebih inovatif untuk pengendalian DBD di Indonesia, seperti pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin.
"Pemerintah menyambut baik intervensi inovasi melalui vaksin dalam penanganan DBD. Untuk itu, kami berkomitmen untuk menjalin kerja sama yang berkesinambungan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti FNM Society dan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR), guna mencapai target utama ‘Indonesia Nol Kematian Akibat Dengue 2030’. Maka, kami mengajak masyarakat melakukan pencegahan dengue di lingkungan masing-masing," kata Prof. Dante.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu menyampaikan, Pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020-2024 berkomitmen untuk mengendalikan DBD sebagai bagian dari strategi peningkatan pengendalian penyakit. Adapun cakupannya, seperti pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit, penguatan health security, peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan, serta pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat.
Dr Maxi mengusulkan program introduksi vaksin dengue oleh pemerintah bisa dimulai paling lambat tahun depan (2025).
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Ali Ghufron Mukti, mengatakan, beban biaya yang harus ditanggung oleh BPJS dalam hal hospitalisasi dan pengobatan dengue cukup tinggi.
“Di tahun 2023, pembiayaan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan untuk penanganan dengue mencapai Rp1,3 triliun. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya Rp626 miliar. Mari bersama mencari solusi efisiensi beban penyakit dengue, dan melihat bagaimana BPJS dapat berperan lebih jauh dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat Indonesia. BPJS Kesehatan juga tentu akan ikut serta mewujudkan aksi bersama menuju ‘nol kematian akibat dengue’ di tahun 2030," kata Prof Ali Ghufron.