Menurutnya, adapun cara sederhana mengajak anak untuk membuat konten yang bagus, misalnya, tata cara make-up dengan bagus, hingga membuat alat permainan dengan barang-barang bekas. "Ayo tunjukkan kreativitasmu dan ajaklah orang-orang untuk melakukan hal yang sama," kata dia.
Sekretaris Masyarakat Anti Fitnah Indonesia Surabaya Raya & Relawan Pengurangan Risiko Bencana Diana Dewi Damayanti mengatakan, persoalan yang menjadi ancaman bagi anak adalah dalam transformasi digital.
Menurutnya, pandemi Covid-19 memaksa orang tua untuk menggunakan waktu bekerja lebih banyak sehingga mengurangi masa kebersamaan dengan keluarga, selain itu aktivitas fisik anak di luar ruangan juga terganggu yang mengakibatkan mereka lebih sering bermain dengan gawai.
Menurut dia, berdasarkan survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada 2021 banyak anak yang ditemukan telah menjadi korban pornografi nonkontak atau melalui media digital dengan pendekatan grooming maupun sexting.
Bahkan, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPI) menunjukkan terdapat 526 anak yang telah menjadi korban atau sebagai pelaku pornografi maupun kejahatan digital.
"Jadi, terpapar pornografi di internet bukan berarti anak hanya menjadi penonton dengan melihat video atau gambar porno, tapi bisa juga anak tersebut menjadi pelaku maupun korbannya. Faktor pendorongnya bisa karena anak boring atau bosan, lonely atau kesepian, angry atau marah, karena stres, serta pemicunya bisa karena kelelahan," ujar dia.