Suster itu pun menjawab, "Baik bu, katanya mungkin malam bu." Nesya merasa janggal, menurutnya sangat jarang terjadi dokter visit pasien anak di malam hari.
Mendapat jawaban dari suster seperti itu, Nesya bilang, "Kalau belum visit juga sampai jam 20.00 WIB lewat, gak usah datang. Buat apa dayang saat anak saya tidur? Apa yang mau diperiksa? Anak saya ini lemas muntah-muntah kasihan kalau diganggu waktu tidurnya."
Hingga pukul 20.00 WIB lebih, si profesor kata Nesya tidak kunjung datang.
Menjelang dini hari, Jazel menangis tidak berhenti. Dia merintih dengan kondisi badan yang lemas, karena bolak-balik dipuasakan dan sus yang masuk hanya sedikit. Bahkan, Jazel seperti ada refleks mau muntah tapi sudah tidak ada yang keluar.
Nesya pun terus melaporkan kondisi Jazel kepada suster jaga. Sampai pada pukul 07.00 WIB, Jazel tidak berhenti meringis kesakitan, kadang sampai ketiduran sebentar karena lemas.
Suami Nesya pun melaporkan kondisi Jazel secara terus menerus ke suster. Suami Nesya pun bertanya kapan profesor visit, dijawab oleh suster jaga, "Pak Profesor datang mungkin setelah dzuhur, setelah acara di Kemenkes selesai."
Mengetahui jawaban itu, Nesya kaget. Dia menilai seharusnya profesor lebih mengutamakan kesehatan pasien, terlebih laporan muntah-muntah ini sudah disampaikan sejak hari sebelumnya.
Siang harinya, Nesya melihat kondisi Jazel semakin menurun. Dia pun curiga semua ini karena selang yang dipasang. Badan Jazel memberikan sinyal penolakan, sampai akhirnya Nesya minta untuk dilepas saja selangnya.
Selang NJFT pun dilepas dari mulut Jazel, tindakan pelepasan dilakukan oleh dokter jaga yang menggantikan kehadiran sang profesor. Selagi menunggu Jazel diobservasi oleh dokter jaga yang ternyata dokter spesialis paru, Nesya bingung kenapa bukan digantikan oleh dokter spesialis yang sama.
Akhirnya sampai sore hari Jazel makin drop. Badannya lemas sekali dan hanya terbaring di dalam gendongan. Sampai akhirnya Nesya dan suami meminta pemasangan infus untuk masuk obat dan cairan. Tetapi saat pemasangan tersebut Jazel seperti tidak sadar, tidak ada pergerakan apa pun saat disuntik.
Melihat itu Nesya lemas dan menangis. Dia tidak menyangka rangkaian peristiwa dari endoskopi kedua membawa Jazel pada kondisi life and death situation. Di kondisi ini, belum ada tanda-tanda kehadiran profesor. Akhirnya Jazel dilarikan ke PICU di RSCM Kiara menggunakan ambulans.
Profesor itu akhirnya muncul setelah Jazel distabilisasi, itu pun saat Jazel dalam kondisi masih sangat lemah. Di ruang PICU, Nesya meluapkan amarah.