Kalimat pertama yang keluar dari mulut suaminya ketika melihat si profesor adalah, "Prof, apa ini? Anak saya masuk rumah sakit dalam keadaan sehat, betul?". "Si profesor menjawab, "Betul".
"Anda selalu bicara akhirat sama saya, kan? Ini akhirat Anda." Si profesor menjawab, "Ini, pak, ada hal-hal yang kami tidak bisa jawab, pak. Qadarullah."
Adik ipar Nesya yang ada di momen ini merespons, "Qadarullah? Kalau Anda, prof, datang praktik sering terlambat 2-3 jam, itu juga qadarullah?". Si profesor menjawab, "Iya, pak. Qadarullah."
Singkat cerita, terjadi perdebatan dan diskusi di ruang PICU. Suasana sangat tegang dan genting. Rangkaian tes dilakukan malam itu dan untuk pertama kalinya Nesya melihat profesor itu menempelkan stetoskop ke tubuh Jazel.
"Demi Allah, itu yang pertama kalinya. Tidak pernah sekali pun dia memeriksa fisik Jazel sebelumnya saat kontrol di ruangannya," kata Nesya.
Setelah pemeriksaan dilakukan, profesor itu menyampaikan bahwa Jazel mengalami penumpukan feses dan akan diberi obat pencahar. Si profesor lalu bilang, "Saya pernah punya pasien sakit kayak gini, dikasih pencahar besoknya lari-lari."
Analisa profesor itu meleset. Kata Nesya, meski feses Jazel keluar, bocah itu masih kesakitan. Tengah malam, USG dilakukan dan ditemukan adanya kenaikan volume cairan. Harus dikonfirmasi lebih lanjut.
Hingga pagi harinya, perut Jazel semakin membesar. Untungnya, di pagi hari tim dokter PICU mulai hadir dan sangat sigap dalam menangani Jazel. Mereka juga meyakini Nesya kalau Jazel akan ditangani dengan baik.
Di momen itu, Nesya bertemu dengan dokter Hardian. Dia lalu berkata, "Dok, saya mau dokter yang menangani Jazel, ya."
Nesya dan suami diminta untuk pulang setelah pemeriksaan. Tes lanjutan dilakukan oleh tim dokter PICU. Beberapa jam kemudian, Nesya mendapat telepon dari PICU agar datang ke rumah sakit karena tim dokter ingin bertemu dan membahas kondisi Jazel.
Sesampainya di RSCM, Nesya dan suami langsung bergegas ke ruang meeting. Di sana dokter sudah menunggunya. Tim dokter menyampaikan bahwa dari serangkaian tes medis yang dilakukan serta kondisi klinis Jazel, mereka menduga kuat adanya kebocoran usus dan tindakan darurat harus segera dilakukan sebelum terlambat, yaitu operasi besar.
"Hati saya hancur, badan pun tidak mampu berdiri. Akhirnya kami pun menyetujui operasi tersebut untuk dilakukan secepatnya," kata Nesya.
Di X, Nesya mengatakan kalau ini belum berakhir. Perjalanan perjuangan Jazel masih akan terus berlanjut.