Ketua Tim Kerja Onkologi Paru PDPI, Prof. Elisna Syahruddin menjelaskan, berdasarkan data Global Cancer Statistic (Globocan) 2020, jumlah kasus baru kanker paru di Indonesia meningkat 8,8% menjadi 34.783 kasus atau menempati peringkat ketiga.
Sementara itu, jumlah kematian akibat kanker paru meningkat 13,2% menjadi 30.843 jiwa atau menempati peringkat pertama.
”Hal itu disebabkan karena sebagian besar pasien terdiagnosa pada stadium lanjut. Diagnosis dan pengobatan yang tepat waktu merupakan faktor penting untuk menentukan keberhasilan pengobatan kanker paru," ujar Prof. Elisna Syahruddin.
Dia menambahkan, masyarakat perlu menghindari faktor risiko kanker paru dan mengetahui gejala kanker paru sehingga apabila merasakan beberapa gejala tersebut, perlu segera melakukan konsultasi kepada dokter agar bisa terdiagnosa lebih cepat.
"Lebih dari itu, pasien yang sudah terdiagnosa, harus mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi, karena kanker paru berkembang dengan cepat. Masa pandemi tidak menyebabkan pasien harus berhenti melakukan pemantauan terlebih melanjutkan terapi," ujarnya.
Stephen, salah seorang penyintas kanker paru mengatakan, di masa pandemi ini, akses ke fasilitas kesehatan terdapat kendala terutama karena di RS terdapat banyak pasien dari berbagai penyakit berkumpul sehingga menimbulkan rasa was-was.
"Padahal, saya sebagai penyintas kanker paru membutuhkan pemeriksaan dan konsultasi ke dokter secara rutin. Kemudian akses mendapatkan obat juga tidak boleh berhenti demi tetap mempertahankan kondisi dan menghindari progression. Saya bersyukur sudah ada aplikasi ini yang dapat membantu pasien kanker mendapatkan akses lebih mudah terhadap pengobatan terapi kanker di masa pandemi," katanya.