Hukum mengamalkan hadits dhaif (lemah) secara teori, imam Syamsuddin bin Abdurrahman al-Sakhowi murid dari al-Hafid Ibnu Hajar al-Asqalani sebagaimana dikutip dari jurnal Al-Tsiqoh: Islamic Economy and Da’wa Journal menyebutkan, ada 3 madzhab dalam mengamalkan hadits dhaif, antara lain:
1. Boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlak, baik dalam fadhail a'mal, maupun dalam hukum syariat (halal, haram, wajib dan lain-lain) dengan syarat dhaifnya tidak dhaif syadid (lemah sekali), dan juga tidak ada dalil lain selain hadits tersebut, atau dalil lain yang bertentangan dengan hadits tersebut.
Imam Ibnu Mandah juga berkata: imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dengan sanad yag dhaif jika tidak ada dalil lain selain hadits tersebut, karena menurut Abu Dawud hadits dhaif lebih kuat dari pada (ra'yu)
2. Boleh dan sunnah mengamalkan hadits dhaif dalam hal fadhail a'mal, zuhud, nasehat, kisah-kisah, selain hukum syariat dan akidah, selama hadits tersebut bukan hadits maudu' (palsu).
Ini adalah madzhab jumhur ulama dari muhaditsin, fuqoha dan ulama yang lain. Diantara ulama yang berpendapat madzhab ini adalah Imam Ibnu alMubarak, Imam Abdurahman bin al-Mahdi, Imam Ibnu al-Shalah, Imam al-Nawawi, Imam al-Sakhawi, dan para ulama hadits yang lain, bahkan Imam al-Nawawi menyatakan kesepakatan ulama hadits, ulama fuqoha dan ulama-ulama yang lain dalam mengamalkan hadits dhaif dalam hal fadhail a'mal, zuhud, kisah-kisah dan halhal yang lain selain perkara yang berhubungan dengan hukum syariat dan akidah.
3. Tidak boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlak, baik dalam hal fadahil a'mal maupun dalam hukum syariat. Ini adalah madzhab Imam Abu Bakar Ibnu alArabi, al-Syihab al-Khafaji, dan al-Jalal al-Dawwani.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembagian Bulan Ramadhan dalam 3 fase sebagaimana disebutkan dalam hadits adalah boleh dilakukan untuk fadhailul A'mal.
Wallahu A'lam