Kedua hadits di atas memang populer dan kerap disampaikan para penceramah. Mengutip laman pustaka ilmu sunni salafiyah-KTB terkait hadits pembagian Bulan Ramadhan dalam tiga fase, Menurut imam Suyuthi, status haditsnya hanya dhoif. Sanadnya, Sallam bin sawar dari maslamah bin shalt dari az zuhri dari Abu Hurairah dari Nabi.
Pendapat Ibnu Hibban dalam kitab al majruhin hadits yang diriwayatkan dari 2 perawi tersebut tidak bisa dijadikan pegangan hukum kecuali ada jalur riwayat lain.
Hukum mengamalkan hadits dhaif (lemah) secara teori, imam Syamsuddin bin Abdurrahman al-Sakhowi murid dari al-Hafid Ibnu Hajar al-Asqalani sebagaimana dikutip dari jurnal Al-Tsiqoh: Islamic Economy and Da’wa Journal menyebutkan, ada 3 madzhab dalam mengamalkan hadits dhaif, antara lain:
1. Boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlak, baik dalam fadhail a'mal, maupun dalam hukum syariat (halal, haram, wajib dan lain-lain) dengan syarat dhaifnya tidak dhaif syadid (lemah sekali), dan juga tidak ada dalil lain selain hadits tersebut, atau dalil lain yang bertentangan dengan hadits tersebut.
Imam Ibnu Mandah juga berkata: imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dengan sanad yag dhaif jika tidak ada dalil lain selain hadits tersebut, karena menurut Abu Dawud hadits dhaif lebih kuat dari pada (ra'yu)
2. Boleh dan sunnah mengamalkan hadits dhaif dalam hal fadhail a'mal, zuhud, nasehat, kisah-kisah, selain hukum syariat dan akidah, selama hadits tersebut bukan hadits maudu' (palsu).