Puasa ‘Asyura dikerjakan pada tanggal 10 Muharram. Adapun keutamaan puasa Asyura menurut hadits Rasulullah SAW adalah sebagai berikut.
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
Artinya: Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam. (HR. Muslim no. 1163).
Namun, Nabi Muhammad juga puasa pada hari sebelumnya, yakni tanggal 9 Muharram atau puasa tasu'a di akhir usianya.
Dari Ibn Abbas, berkata, "Jika aku masih hidup sampai masa (bulan) depan, aku akan melaksanakan puasa pada hari yang ke-9 dan 10 (Muharram).” (HR. Muslim).
Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan:
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
Artinya: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156).
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad melaksanakan puasa Syaban semasa hidupnya. Kendati demikian, beliau tidak melaksanakan puasa satu bulan penuh agar tidak disangka sebuah kewajiban.
Puasa Syawal dilakukan selama 6 hari. Namun perlu diketahui bahwa tanggal 1 Syawal atau saat Idul Fitri, puasa tersebut tidak boleh atau haram dilakukan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya: Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. (HR. Muslim no. 1164).