JAKARTA, iNews.id - Apakah nikih siri sama dengan zina penting diketahui setiap Muslim agar tidak terjebak pernikahan yang merugikan khususnya bagi kaum perempuan. Nikah siri lazim disebut dengan nikah di bawah tangan.
Mengutip Buku Nikah Siri yang ditulis Vivi Kurniawati, pernikahan lazimnya dilakukan dengan menyebarkan undangan untuk memberitahukan khalayak. Namun, tidak sedikit yang memiliki nikah siri dengan alasan tertentu.
Dalam Kamus KBBI, nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan seorang modin atau pengurus masjid dan saksi tidak melalui Kantor Urusan Agama (KAU).
Secara etimogi, kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu Sirrun yang berarti rahasia, sunyi, diam, tersembunyi. Lawan katanya yakni, 'alaniyyah yakni terang-terangan. Melalui akar kata ini, nikah siri diartikan sebagai nikah secara diam-diam.
Ada beragam faktor nikah siri di antaranya masalah biaya karena tidak mampu membayar administrasi pencatatan nikah, ada juga yang karena takut tercatat di KAU lantaran terbentur aturan tempat kerja misalnya PNS yang dilarang menikah lebih dari satu tanpa adanya seizin pengadilan atau sebab lainnya.
Nikah siri tidak sama dengan zina karena hukum perkawinan tersebut sah secara agama. Berbeda dengan zina yang dilakukan di luar ikatan pernikahan sah. Namun, nikah siri dapat memicu dosa bagi pelakunya.
Prof Dr Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Perbagai Persoalan Umat sebagaimana dilansir dari LP Maarif NU Jateng, nikah siri atau nikah di bawah tangan/nikah yang tidak tercatat di Kantor Urusan Agama/nikah siri memang dinilai sah oleh hukum agama, namun pernikahan jenis ini dapat memicu dosa bagi pelakunya. Dosa yang dimaksud adalah cara pelaku melanggar kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah selaku ulil amri (pemimpin).
Mencegah Korban dari Nikah Siri Lebih Diutamakan daripada Mencari Manfaat dari Nikah Siri Selain faktor ketidakpatuhan rakyat terhadap kebijakan pemerintah, nikah siri perlu dihindari karena akan menimbulkan pelbagai dampak negatif.
Pernyataan ini mengamini bunyi kaidah fikih yang dijelaskan oleh Syekh Jalaluddin as-Suyuthi di dalam al-Asybah wa an-Nadhair fi Qawaid wa Furu’i Fiqh asy-Syafi’iyyah, bahwa menghindari bahaya lebih diutamakan daripada mendatangkan kebaikan. Diperkuat dengan kaidah yang lain bahwa kebijakan pemerintah pada dasarnya ingin menjamin kemaslahatan rakyatnya. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah dalam menetapkan agar setiap pernikahan dilaporkan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) adalah untuk menjamin hak-hak yang dimiliki oleh rakyatnya.
Jika direnungi lebih dalam, nikah siri sejatinya lebih menjanjikan banyak masalah yang akan bermunculan kemudian daripada kemaslahatan yang diidam-idamkan. Dalih menghindari zina pada akhirnya hanya akan menjelma bayangan semu, sedang segala kerugian yang datang secara perlahan adalah realitas yang tak bisa dibantah.