Dalam hadits lain disebutkan:
عَنِ الْحَسَنِ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ سَرِيعٍ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا أُنْشِدُكَ مَحَامِدَ حَمِدْتُ بِهَا رَبِّي، تَبَارَكَ وَتَعَالَى؟ فَقَالَ: "أَمَا إِنَّ رَبَّكَ يُحِبُّ الْحَمْدَ"
Dari Al Hasan, dari Aswad bin Sari', ia berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku menyumpahmu dengan pujian-pujian yang dengannya aku memuji Tuhanku Tabaraka wa Ta'ala." Maka beliau berkata, "Sesungguhnya Tuhanmu mencintai hamdalah (pujian)."
Adapun rasa takjub kepada salah satu ciptaan Allah, misalnya pemandangan alam yang indah, burung yang cantik atau seekor binatang yang menggemaskan, maka yang layak diungkapkan di sini adalah “subhanallah”. Perhatikan ayat berikut:
«… وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً، سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ» [آل عمران:١٩١].
“Dan mereka memikir-mikir tentang penciptaan langit dan bumi, lalu berkata: “Wahai Tuhan kami, Engkau tidak ciptakan ini dengan batil (tanpa makna), Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami dari api neraka”, (QS. Ali Imran:191).
Kata “masyaallah” (ما شَاءَ اللّه) itu sejatinya bukan ungkapan keprihatinan atas sesuatu yang tidak menyenangkan seperti kebiasaan kita, tetapi sebaliknya justru ungkapan kekaguman terhadap sesuatu. Coba simak ayat berikut:
«وَلَوۡلَاۤ إِذۡ دَخَلۡتَ جَنَّتَكَ قُلۡتَ مَا شَاۤءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِۚ»
“Mengapa ketika engkau masuk ke kebunmu engkau tidak mengucapkan “Masyaallah, la haula wala quwwata illa billah?” (QS. Al-Kahfi: 39).