JAKARTA, iNews.id - Asal usul bubur Asyura atau Suro yang disajikan tiap Hari Asyura tanggal 10 Bulan Muharram mungkin belum banyak yang tahu.
Bubur Asyura atau Suro ternyata tak hanya menjadi tradisi, Bubur Suro ternyata sarat makna. Bubur Suro merupakan bentuk pengungkapan rasa syukur manusia atas keselamatan yang selama ini diberikan oleh Allah SWT.
Bubur Suro ternyata sudah ada sejak masa Nabi Nuh kala bersama kaumnya yang beriman selamat dari banjir besar dengan menaiki perahu.
Dinukil dari laman PISS-KTB, dihikayatkan, bahwa tatkala perahu Nabi Nuh AS. sudah berlabuh (siap digunakan) pada hari ‘asyuro, beliau berkata kepada kaumnya: “kumpulkanlah semua perbekalan yang ada pada diri kalian!”. Lalu beliau menghampiri (mereka) dan berkata: “(ambillah) kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal, dan ‘adas (biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini dengan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)”.
Kemudian Nabi Nuh berkata: “pasaklah semua itu oleh kalian!, niscaya kalian akan senang dalam keadaan selamat”. Dari peristiwa ini maka kaum muslimin (terbiasa) memasak biji-bijian. Dan kejadian di atas merupakan praktik memasak yang pertama kali terjadi di atas muka bumi setelah kejadian topan. Dan juga peristiwa itu dijadikan (inspirasi) sebagai kebiasan setiap hari ‘asyuro.
بَقِي مَعكُمْ من الزَّاد فجَاء هَذَا بكف من الباقلاء وَهُوَ الفول وَهَذَا بكف من العدس وَهَذَا بأرز وَهَذَا بشعير وَهَذَا بحنطة فَقَالَ اطبخوه جَمِيعًا فقد هنئتم بالسلامة فَمن ذَلِك اتخذ الْمُسلمُونَ طَعَام الْحُبُوب وَكَانَ ذَلِك أول طَعَام طبخ على وَجه الأَرْض بعد الطوفان وَاتخذ ذَلِك عَادَة فِي يَوْم عَاشُورَاء
Sejak itu, tradisi membuat bubur Suro dilakukan kaum Muslim di berbagai belahan dunia tak terkecuali di Indonesia.
Kisah Nuh Dalam Alquran
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللّٰهِ مَجْرٰ۪ىهَا وَمُرْسٰىهَا ۗاِنَّ رَبِّيْ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. (QS. Hud: 41).