Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Menurut Islam, Begini Pendapat Ulama

Kastolani Marzuki
Ilustrasi hukum merayakan tahun baru masehi menurut Islam. (Foto: Unsplash)

JAKARTA, iNews.id - Hukum merayakan tahun baru Masehi menurut Islam menarik diulas karena banyak umat Islam yang belum mengetahui. 

Sudah menjadi kelaziman, tiap pergantian tahun selalu dirayakan masyarakat hampir di seluruh belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Saat ini, tahun 2025 tinggal hitungan hari dan segera berganti ke tahun 2026. Sejumlah kalangan masyarakat pun sudah bersiap-siap menyambut pergantian tahun.

Namun, persoalan muncul ketika perayaan tahun baru Masehi dilakukan dengan gegap gempita dan pesta kembang api hingga konser musik yang terkadang menjurus ke kemaksiatan. Hal itu tentu bertentangan dengan ajaran agama.

Melansir laman unesa.ac.id, perayaan tahun baru tertua yang tercatat dalam sejarah sebenarnya tidak dilakukan pada bulan Januari. Sekitar 4.000 tahun yang lalu, bangsa Babilonia kuno merayakan tahun baru pada bulan pertama musim semi (sekitar akhir Maret) melalui festival yang disebut Akitu.

Festival ini berlangsung selama 11 hari dan terkait erat dengan siklus pertanian serta pelantikan raja baru. Bagi mereka, pergantian tahun adalah tentang kelahiran kembali alam setelah musim dingin.

Pergeseran ke tanggal 1 Januari dimulai pada era Romawi. Awalnya, kalender Romawi hanya memiliki 10 bulan (304 hari) dan dimulai pada bulan Martius (Maret). Namun, raja kedua Roma, Numa Pompilius, menambahkan bulan Januarius dan Februarius.

Pada tahun 46 SM, Kaisar Julius Caesar memperkenalkan Kalender Julian. Ia menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun untuk menghormati Janus, dewa Romawi bermuka dua. Satu wajah Janus menatap ke masa lalu, dan wajah lainnya menatap ke masa depan—simbol sempurna untuk pergantian tahun.

Lantas, apakah boleh merayakan tahun baru masehi menurut Islam? Berikut ulasan lengkapnya.

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Menurut Islam

Pada dasarnya hukum merayakan tahun baru selain Hijriyah berdasar pendapat para ahli merupakan masalah khilafiyyah sebagaimana dilansir dari laman Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-KTB. Di antara alasan yang membolehkan adalah hukum boleh dengan syarat di antaranya:

  1. Memenuhi tujuan-tujuan sosial dan kebangsaan yang ditolelir oleh syara' dan 'urf (kebiasaan)
  2. Kebolehan tersebut jika diisi dengan mengingat nikmat Allah saat berputarnya waktu dengan berbagai kebaikan dan shilaturrahim serta manfaat lainnya baik ekonomi maupun kemasyarakatan.
  3. Tasyabbuh dalam perayaan tahun baru dalam hal yang menyangkut kemaslahatan masyarakat selama bukan menetapkan aqidah yang selain aqidah Islam adalah diperbolehkan. Tetapi sebaliknya jika merayakan tahun baru Maséhi dihubungkan dengan natal yang notabene didasarkan pada keyakinan nashrani maka jelas hal itu terlarang. Karena ada unsur bermusyarokah dalam peribadatan.
    Segi tasyabbuh selama bukan yang bertalian dengan masalah akidah sebagian Ulama membolehkan.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait
Jabar
3 hari lalu

Antisipasi Bahaya Malam Tahun Baru, Polisi Sita Petasan Ledak di Pasar Parung Panjang

Muslim
6 hari lalu

Bolehkah Niat Puasa Rajab di Pagi Hari? Ini Hukum dan Keutamaannya

Nasional
8 jam lalu

Istana Dukung Tahun Baru Tanpa Kembang Api: Tunjukkan Empati, Ada yang Alami Bencana

Megapolitan
4 jam lalu

Catat! MRT Jakarta Beroperasi hingga Pukul 02.00 Dini Hari saat Malam Tahun Baru

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal