Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar.
Dan Ibnu Umar pernah kerumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata:` Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw. kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan Syami(alat musik) dari Syam?".Ibnu Zubair menjawab, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."
Dan diriwayatkan dari Ar-Rawayani dari Al-Qofaal bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alat musik.
Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara`(hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Sedangkan ulama yang mengharamkan musik apabila mengandung tiga unsur. Ustaz Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya berjudul "Lagu, Nyanyian, dan Musik Benarkah Diharamkan" menjelaskan, musik menjadi haram hukumnya jika musik itu, baik dimainkan biasa, atau dalam pertunjukkan atau sekedar iseng-isengan, disajikan sambil disertai dengan kemunkaran alias kemaksiatan yang nyata. Yang kemaksiatannya memang disepakati oleh segenap ulama.
Ulama sepakat ini. bukan soal musiknya. Akan tetapi kemaksiatan yang menempel di dalam musik itu yang menjadi titik haramnya. Dan kemaksiatan itu bisa saja menempel pada lagu atau lirik yang disampaikan.
Di sisi lain, ulama juga bersepakat bahwa musik itu menjadi haram hukumnya jika memang musik itu menimbulkan fitnah.
Fitnah dalam banyak teks syariah sering muncul dengan makna yang berbeda-beda. Terkadang fitnah itu berarti musibah dan terkadang berarti juga sebagai ujian. Bahkan dalam satu ayat al-Quran (al-Anfal 39) fitnah itu berarti kekafiran.