1. Memiliki kebiasaan puasa sunah seperti Senin-Kamis. Dalam hadis Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
"Janganlah kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa 1 atau 2 hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa sunnah, maka lakukanlah puasanya" (HR Bukhari dan Muslim).
2. Qodho Puasa Ramadhan
ﻓﺈﻥ ﺻﺎﻣﻪ ﻋﻦ ﻗﻀﺎء ﺃﻭ ﻧﺬﺭ ﺃﻭ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﺃﺟﺰﺃﻩ ... ﻭﻷﻧﻪ ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻀﺎء ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﻗﺪ ﺗﻌﻴﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﻷﻥ ﻭﻗﺖ ﻗﻀﺎﺋﻪ ﻗﺪ ﺿﺎﻕ
Jika berpuasa setelah pertengahan Sya'ban untuk qadha' Ramadhan, puasa Nazar atau kaffarat maka Boleh... Dan bila seseorang punya tanggungan puasa Ramadhan maka wajib baginya untuk qadha' karena waktunya sudah sempit (Al Majmu', 4/399)
Hal ini berdasarkan riwayat:
ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﺗﻘﻮﻝ: «ﻛﺎﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻠﻲ اﻟﺼﻮﻡ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ، ﻓﻤﺎ ﺃﺳﺘﻄﻴﻊ ﺃﻥ ﺃﻗﻀﻴﻪ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺷﻌﺒﺎﻥ...»
Aisyah berkata bahwa "Saya punya hutang puasa Ramadhan dan saya tidak bisa meng-qadla' kecuali di bulan Sya'ban" (HR Muslim).
Dari hadits di atas tidak dilarang bagi mereka yang terbiasa puasa, misal puasa daud maka diperbolehkan untuk melanjutkan puasa setelah pertengahan bulan syaban. Kalau biasa puasa sunnah dianjurkan untuk tetap melanjutkannya atau bagi yang punya utang puasa Ramadan juga diperbolehkan untuk mengqodho atau mengganti puasa wajib itu sebelum datangnya Ramadan.
Dikutip dari Pusat Kajian Hadis, amalan harian manusia di laporkan setiap bakda shubuh dan ashar, amalan mingguannya setiap hari senin dan amalan tahunan pada Bulan Syaban.
Hal ini sesuai hadits Rasulullah SAW.
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ أَبُو الْغُصْنِ شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Telah mengabarkan kepada kami [‘Amr bin ‘Ali] dari [‘Abdurrahman] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Tsabit bin Qais Abu Al Ghushn] – seorang syaikh dari penduduk Madinah – dia berkata; telah menceritakan kepadaku [Abu Sa’id Al Maqburi] dia berkata; telah menceritakan kepadaku [Usamah bin Zaid] dia berkata; Aku bertanya; “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban?” Beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya; -ia bulan yang berada- di antara bulan Rajab dan Ramadlan, yaitu bulan yang disana berisikan berbagai amal, perbuatan diangkat kepada Rabb semesta alam, aku senang amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (Nasai 2317).
Puasa Bulan Syaban merupakan puasa yang terbaik setelah Ramadhan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi di nomor 599 disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ فَقَالَ شَعْبَانُ لِتَعْظِيمِ رَمَضَانَ قِيلَ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ وَصَدَقَةُ بْنُ مُوسَى لَيْسَ عِنْدَهُمْ بِذَاكَ الْقَوِيِّ
Dari Anas dia berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa yang paling utama setelah Ramadlan, Beliau menjawab: “Bulan Sya’ban untuk memuliakan Ramadlan, ” Beliau ditanya lagi, lalu Shadaqah apa yang paling utama? Beliau menjawab: “Shadaqah di bulan Ramadlan.” Abu ‘Isa berkata, ini adalah hadits gharib dan menurut ahlul hadits Shadaqah bin Musa bukanlah rawi yang kuat.