Dalam pertempuran itu, Kiai Abbas dan para kiai lainnya berada di tempat yang agak tinggi, hingga bisa memantau jalannya pertempuran. Dengan menggunakan sandal bakyak, Kiai Abbas berdiri tegak di halaman masjid sambil berdoa.
Kiai Abbas menengadahkan kedua tangannya ke langit, dan keajaiban terjadi. Beribu-ribu talu (penumbuk padi) dan lesung (tempat padi saat ditumbuk) dari rumah-rumah rakyat berhamburan terbang menerjang serdadu–serdadu Belanda.
Suaranya tampak bergemuruh bagaikan air bah, sehingga Belanda kewalahan dan mereka pun mundur. Tidak lama kemudian, pihak sekutu mengirim pesawat bomber Hercules. Akan tetapi pesawat itu tiba-tiba meledak di udara.
Beberapa pesawat sekutu berturut-turut datang lagi dengan maksud menjatuhkan bom-bom untuk menghancurkan Kota Surabaya. Tetapi sekali lagi, pesawat-pesawat itu mengalami nasib yang sama, meledak di udara sebelum beraksi.
Sesepuh Pondok Pesantren Buntet Cirebon, KH Jaelani Imam menuturkan, salah satu alasan Kiai Hasyim menunjuk Kiai Abbas sebagai komandan perang 10 November adalah, karena musuh memiliki kemampuan yang di luar nalar manusia.
Kiai Jelan menambahkan, Jendral Malabby, bukan sekadar sosok seorang jendral yang ahli berperang, tapi juga memiliki ilmu hitam yang sangat tinggi. Bahkan, sebelum peristiwa 10 November terjadi, Jendral Mallaby menunjukkan kesaktiannya di depan umum.
“Jendral Mallaby ditembak menggunakan Bren, namun tidak apa-apa,” kata Kiai Jelan dikutip dari buntetpesantren.id, Rabu (10/11/2021).