Para ulama menegaskan bahwa hadits ini adalah hadis palsu. Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengatakan, Hadis ini tidak shahih. Sulaiman at-Taimi mengatakan, ’at-Thibbi seorang pendusta.’
Ibnu Hibban menilai, ’at-Thibbi jelas-jelas pendusta. Sangat jelas sehingga tidak perlu dijelaskan.’ (al-Maudhu’at, 2/198).
Muslim tetap dianjurkan untuk memperbayak puasa selama tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah. Tentu saja, hari tarwiyah masuk di dalam rentang itu.Dari Hunaidah ibn Khalid, dari istrinya, dari istri-istri Nabi صلى الله عليه وسلم ,mereka berkata:
“Rasulullah صلى الله عليه وسلم biasa berpuasa Sembilan hari di bulan Dzulhijjah, berpuasa di hari Asyura, berpuasa tiga hari di setiap bulannya, puasa senin pertama dan juga hari kamis di setiap bulannya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad, dan Nasa’i. Ahmad dan Nasa’i menambahkan, “dan dua kamis. (HR. Abu Dawud).
Dalam kitab an-Najm al-Wahhaj itu disebutkan, ”dan disunnahkan untuk berpuasa pada hari tarwiyah beserta hari Arafah sebagai tindakan hati-hati.
Maka, ketika hadits dianggap dhaif dari segi sanadnya, bukan berarti lantas semua isinya ditinggalkan begitu saja. Hadits tentang puasa tarwiyah itu yang dianggap dhaif adalah fadhilah atau keutamaan puasanya. Adapun masyru'iyyah atau pensyariatan kesunnahannya bukan karena hadits dhaif tadi.