Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. (QS. an-Najm (53): 39-41).
Maka dari itu, Imam Malik dan Imam Syafi’i mengatakan bahwa pahala Al Fatihah untuk mayit tidak akan bisa dikirimkan atau tidak sampai. Di samping itu, seorang muslim tentu saja tidak dapat memastikan bahwa kegiatan membaca Al Fatihah yang dilakukan sudah pasti bernilai pahala atau tidak, hingga dapat dihadiahkan kepada orang lain.
Sementara itu, golongan lain menyatakan bahwa seseorang yang masih hidup bisa mengirimkan pahala bacaan Al Fatihah untuk orang yang telah berada dalam kubur. Hal itu lantaran mayit dianggap akan merasa bergembira apabila disodorkan amalan baik dari orang terdekat yang masih hidup.
Pernyataan yang demikian didukung oleh sebuah hadits berikut ini.
عن سفيان عمن سمع من انس ابن مالك رضي الله تعالى عنه يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الأعمال الأحياء تعرض على عشائرهم وعلى أبائهم من الأموات فإن كان خيراً حمدوا الله تعالى واستبشروا وإن يروا غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم هداية فقال عليه السلام يؤذى الميت فى قبره كما يؤذى فى حياته قيل ما ايذاء الميت قال عليه السلام ان الميت لايذنب ولايتنازع ولايخاصم احدا ولايؤذى جارا الا انك ان نازعت احدا لابد ان يستمك ووالديك فيؤذيان عند الاسأة وكذالك يفرحان عند الاحسان فى حقهما.
Artinya: Dari Sufyan, ia dari seseorang yang pernah mendengar Anas bin Malik R.A berkata bahwa Rasulullah SAW oernah bersabda “Sesungguhnya amal-amal mereka yang masih hidup itu bisa disodorkan kepada keluarga dan ayah-ayahnya yang sudah meninggal. Jika amal tersebut baik maka mereka merasa gembira dan memuji Allah swt. tapi jika amal tersebut buruk, maka mereka (para mayit) berdoa.”