JAKARTA, iNews.id – Praktik sunat atau khitan bagi perempuan masih menimbulkan pro kontra di kalangan ulama. Sebagian menganjurkan khitan bagi perempuan, sebagian ulama lainnya menilai tidak ada anjuran karena hadits-nya lemah.
Polemik soal khitan perempuan ini diulas oleh Yayasan Puan Amal Hayati (PAH) dalam Bahtsul Masail membahas isu Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP).
Dengan mengundang para pakar, Bahtsul Masail ini bertujutan untuk membuka ruang dialog antartokoh dan pemikir muslim, dengan menggali perspektif hukum Islam, memproduksi pengetahuan terkait upaya pencegahan, serta mendorong kajian keislaman yang menolak praktik P2GP.
Ketua Yayasan PAH, Nyai Hj Sinta Nuriyah Wahid menyatakan, perlu diungkapkan alasan-alasan logis yang menunjukkan bahaya dari praktik P2GP. Sebab, ia khawatir akan adanya praktik ilegal khitan perempuan itu.
“Apabila praktik ini tidak dihentikan, kekhawatiran saya adalah terjadinya praktik-praktik ilegal dalam perbuatan itu. Sehingga, korban akan bertambah banyak tanpa ada yang bertanggung jawab,” tuturnya sesaat sebelum membuka kegiatan yang diselenggarakan di Griya Patria Guest House, Jakarta Selatan, Selasa (22/8/2023).
KH Husein Muhammad, ulama yang concern pada isu hak-hak perempuan, memaparkan dua hadits Nabi tentang praktik pemotongan bagian genitalia perempuan. Menurutnya, dua hadis itu menunjukkan sebuah proses transformasi budaya.
“Yang tadinya memotong habis, (kemudian hanya sebagian). Jadi, Nabi melakukan proses transformasi kebudayaan. Seharusnya kita melanjutkan (menjadi) tidak memotong,” paparnya.
Ulama kelahiran Cirebon ini mengutip pendapat Al-Hafidh Ibnu Mundzir (w. 309 H) yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun hadits yang dapat digunakan untuk melegitimasi praktik sunat perempuan.