JAKARTA, iNews.id - Sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa biasanya melakukan ritual dan amalan di Rebo Wekasan. Lantas, bagaimana Sejarah Rebo Wekasan menurut Islam? Berikut ulasan lengkapnya.
Rebo Wekasan merupakan Rabu terakhir di Bulan Safar. Tahun ini, Rebo Wekasan 2023 jatuh pada tanggal 27 Safar 1445 bertepatan tanggal 13 September 2023.
Bulan Safar kerap diidentikan masyarakat khususnya di Jawa sebagai bulan sial terutama pada momen Rebo Wekasan yang berada di akhir bulan Safar. Padahal, dalam syariat Islam tidak ada istilah hari sial.
Menurut Ibnu Utsaimin rahimahullah, kata Safar dalam hadis tersebut memiliki makna yang bervariasi. Namun yang paling kuat menurut umat Jahiliah adalah sebagai bulan kesialan, sehingga sebagian orang jika selesai melakukan pekerjaan tertentu pada hari ke-25 dari bulan Safar merasa lega, dan berkata, “Selesai sudah hari kedua puluh lima dari bulan Safar dengan baik.”
Lazim di masyarakat menggelar ritual di Rebo Wekasan sesuai adat istiadat daerah tersebut seperti masyarakat Bantul, DIY yang menggelar ritual kirab lemper raksasa dan sedekah ketupat di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Tradisi tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat.
Bentuk ritual lain Rebo Wekasan yaitu shalat tolak bala, berdoa dengan doa-doa khusus, minum air jimat, dan selamatan, sedekah, silaturrahin, dan berbuat baik kepada sesama.
Ritual dan amalan tersebut sebagai bentuk permohonan agar dijauhkan dari marabahaya di Rebo Wekasan.
Rasulullah Saw telah meluruskan mitos terkait kesialan di Rebo Wekasan Bulan Safar tersebut. Nabi SAW bersabda:
لا عدوى ولا طيرة ةلا هامة ةلا صفر وفر من المجذوم كما تفر من الأسد
Artinya: Tidak ada wabah (yang menyebar secara sendirinya), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga Safar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa.”
Dilansir dari laman tambakberas, sejarah Rebo Wekasan menurut Islam ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid (biasa disebut: Mujarrobat ad-Dairobi).
Anjuran serupa juga terdapat pada kitab: ”Al-Jawahir Al-Khams” karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (w. th 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya.
Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan bahwa salah seorang Waliyullah yang telah mencapai maqam kasyaf (kedudukan tinggi dan sulit dimengerti orang lain) mengatakan bahwa dalam setiap tahun pada Rabu terakhir Bulan Shafar, Allah Swt menurunkan 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam bala’ dalam satu malam.
Oleh karena itu, beliau menyarankan Umat Islam untuk shalat dan berdoa memohon agar dihindarkan dari bala tersebut.
Dilansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud, ada tiga versi sejarah Rebo Wekasan menurut Jawa. Versi pertama, Rebo Wekasan sudah ada sejak tahun 1784 dan sampai sekarang upacara ini masih tetap dilestarikan. Pada zaman itu, hidup seorang kiai yang bemama mBah Faqih Usman.
Tokoh kyai yang kemudian lebih dikenal dengan nama Kyai Wonokromo Pertama atau Kyai Welit dan diceritakan memiliki kelebihan ilmu yang sangat baik di bidang agama maupun bidang ketabiban atau penyembuhan penyakit.