1. Tawasul dengan Amal Saleh
Tawasul bil A'mal atau tawasul dengan amal saleh yang dilakukan oleh orang yang bertawasul. Para ulama menyepakati pensyariatan tawassul dengan amal saleh.
Bertawasul dalam arti berdoa memohon kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya melalui perantara adalah suatu hal yang disyariatkan. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad-lah pada jalan-Nya, supaya kalian mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah: 35)
2. Tawasul dengan Kemuliaan Orang Saleh
Tawassul dengan kemuliaan orang saleh atau dzat-dzat yang memiliki keutamaan dan kemulian, apakah berupa kemulian manusia ataupun kemulian selain manusia.
Secara spesifik, istilah tawasul dengan dzat untuk menyebut tawasul dengan kemulian sesuatu atau seseorang ini disebut juga dengan tabarruk.
Sebagian ulama membolehkan untuk bertawasul dengan orang-orang atau benda tertentu. Sedangkan sekelompok ulama lainnya, mengharamkannya. Perbedaan tersebut bukanlah hal yang prinsipil, atau masuk dalam ranah akidah.
Mencintai orang-orang saleh, khususnya Nabi Muhammad SAW merupakan bagian dari ibadah yang agung di dalam Islam.
Karena itulah, Syaikh Ibnu Taimiyyah -kalangan yang termasuk berpendapat akan ketidak bolehan tawasul melalui kemulian seseorang, berpendapat bahwa jika tawasul tersebut didasarkan atas kecintaan kepada Rasulullah SAW, maka tawasul jenis ini boleh dilakukan.
Tawasul kepada Nabi SAW juga termasuk hal yang wajib karena cinta kepada Nabi saw merupakan perkara yang wajib ada pada diri setiap muslim. Cinta kepada Nabi tersemasuk puncak keimanan seorang muslim. Sebab, kecintaan kepada Nabi merupakan bentuk kecintaan kepada Allah swt.