Menurut Agus, dasar hukum untuk menjalankan PSN stunting sudah ada, yaitu Permenkes No 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit.
"Jadi stunting itu penyakit gizi buruk, bukan hanya kekurangan gizi yang mudah ditanggulangi dengan hanya memberikan makanan tambahan bergizi dalam usia balita. Hanya saja Permenkes tersebut sampai hari ini, sudah satu tahun lebih (ditandatangani Menteri Kesehatan 27 Agustus 2019) belum dapat dilaksanakan secara penuh karena Petunjuk Teknis (Juknis)-nya belum kunjung selesai," katanya.
"Juknis menjadi penting untuk menjalankan Permenkes No 29 Tahun 2019 tersebut secara utuh Juknis tersebut seharusnya berisi cara mengidentifikasi anak gizi kurang dan gizi buruk, memberikan pemahaman Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK), persyaratan komposisi penggunaan PKMK, pemahaman anak bermasalah gizi, pemantauan program evaluasi pelaporan program," ujar Agus.
Agus berharap sebelum akhir 2020, Juknis sudah selesai sehingga dapat segera diterapkan di lapangan, termasuk program pelatihan untuk para dokter umum dan para medis di Puskesmas/Posyandu dengan tujuan menyamakan persepsi tentang stunting, termasuk mendeteksi dan menanganinya.